30 Maret 2015, siang hari suasana di salah satu ruang di Taman Budaya Solo terlihat sedikit riuh. Beberapa peserta mencoba mempraktekan cara memotret klepon, salah satu makanan daerah yang terbuat dari ketan dan gula jawa. Workshop Still Life yang dimentori oleh Roy Genggam ini untuk saya pribadi bisa dibilang sebagai salah satu workshop yang menginspirasi, banyak sharing ilmu dan pengalaman dan membuka cara pandang baru untuk saya.

Selama ini saya bisa dibilang masih dalam tahap Taking Picture, belum sampai ke tahap Making Picture. Karena dalam pemotretan landscape memang lebih banyak mengandalkan cahaya yang diberikan oleh alam. Kalau pas beruntung dapat cuaca cerah ya bersiap untuk pulang dengan hasil foto yang menarik. Tapi kalau cuaca mendung dan kurang bersahabat ya seringkali cukup puas dengan hasil foto yang tidak terlalu menarik. Nah workshop kemarin, oleh bang Roy Genggam kami diajari beberapa tips untuk bisa membuat foto, bukan sekedar hanya mengandalkan cahaya yang ada. Memotret itu adalah melukis dengan cahaya, dan bang Roy benar-benar menerapkan apa itu melukis dengan cahaya.

setting tripod dengan pemberat

teori + praktek langsung

mengatur fokus

Dengan mengandalkan bantuan cahaya artifisial, terutama untuk pemotretan di studio indoor, kita bisa menghasilkan foto yang sesuai dengan konsep yang kita buat. Dari workshop kemarin saya mendapatkan “pencerahaan” bahwa kita bisa bermain dengan cahaya, asal kita mau berpikir kreatif. Contohnya pada waktu pemotretan klepon, lampu disorotkan dari depan agak sedikit di atas, sehingga daun yang merupakan alas klepon membentuk bayangan yang dirasa agak mengganggu. Kemudian dicoba menggunakan lampu kedua yang diletakan di bawah. O iya lupa bilang kalau klepon ditaruh di atas daun kering, di atas kaca yang dilapisi kain putih. Nah hasil percobaannya terlihat kleopon menjadi terlihat artistik. Tapi masih ada sedikit kendala, ada bayangan yang jatuh di sekitar klepon. Oleh bang Roy diakali, karena saat itu tidak membawa reflektor, menggunakan kain putih tadi diangkat ke atas sehingga cahaya dari lampu dipantulkan ke arah klepon. Simple tapi hasilnya menjadi berbeda.

lightmeter itu penting lho

food stylish sekaligus mentor :D

langsung praktek

Saat mencoba saya menggunakan lensa samyang 35mm. Dan ternyata hasilnya over berlebih. Menurut bang Roy kemungkinan disebabkan coating lensa yang kurang bagus jadi kurang terlalu peka dengan cahaya. Hehehe baru tahu, karena selama ini biasanya lebih sering digunakan untuk bukaan lebar dan memotret orang bukan memotret produk dengan cahaya tambahan seperti kemarin.

jepretan perdana

Selain itu kami juga diajari langsung post processing sederhana seperti cropping dan beberapa pengaturan dasar setelah pemotretan untuk mendapatkan hasil terbaik.

editing in field

mengatur lampu

Nah selain itu juga selama ini saya masih hanya mengandalkan cahaya dramatik, yang sering disebut Low Key Lightning. Ketika pemotretan landscape memang saya lebih sering mencari momen-momen dengan cahaya yang dramatik, misalnya ketika matahari terbit dan terbenam, ray of light dll. Kemarin juga dibagikan beberapa tips untuk mengakali cahaya ruangan dengan menggunakan lampu sehingga menghasilkan foto dengan pencahayaan dramatik. Dari sini terlihat pengalaman memang salah satu kunci untuk menjadi fotografer yang mumpuni. Dalam workshop kemarin, obyek gajah, yang merupakan salah satu obyek favorit bang Ray, selain kursi,diatur supaya menghasilkan foto yang dramatik.

cek pencahayaan

kreatif dengan pencahayaan

gunakan yang ada

Ketika dirasa cahaya yang mengenai obyek kurang pas, maka improvisasi, dan tentunya karena pengalaman malang melintang di dunia fotografi sudah puluhan tahun, sehingga langsung muncul ide-ide untuk mengatasinya. Seperti kemarin dengan kertas warna hitam yang diselotip ke botol air minum dijadikan penutup cahaya yang mengenai obyek gajah. Ketika cahaya di belakang gajah juga dirasa kurang, terlalu gelap, digunakan cermin untuk memantulkan cahaya sesuai dengan arah yang dikehendaki. Kurang lagi rim light di pantat ibu gajah, diakali lagi dengan menggunakan cermin dari atas.

smartphone still life

jepretan tanpa flash

jepretan dengan flash

Ndak rugi benar kemarin dapat info pameran dan workshop ini dari mas Danny, teman di Galeri Foto dan Jurnasil Antara via bbm. Sehingga bisa mendapatkan banyak ilmu dan pencerahan baru. Sudah mulai terbayang gimana kalau menggunakan tehnik yang kemarin ketika melakukan pemotretan landscape dan milky way. wuihhh.. musti belajar lagi lebih banyak dan kayaknya mulai sekarang lampu flash yang seringan ngendon di ransel ketika traveling musti lebih sering dicoba dipraktekan euyy.. Next kemping ceria keknya perlu juga belajar bersama cara menggunakan lampu flash dalam pemotretan landscape. (sudah mulai banyak ide liar di kepala hahahahaha).

focus

Selain itu bang Roy sempat berbagi cerita mengenai pengalaman dari awal hingga akhirnya bisa menjadi seperti sekarang. Salah satu hal penting menurut bang Roy untuk bisa sukses di dunia fotografi adalah portfolio kita dan relasi.

pameran foto memotret pemotret

suasana pameran

O iya, workshop dan pameran ini sebenarnya salah satu rangkaian event pameran dan peluncuran buku Memotret Pemotret karya bang Roy Genggam. Proyek memotret para maestro foto Indonesia yang sudah malang melintang lebih dari dua dekade dan sekarang masih berkarya di bidang fotografi. “Mereka yang saya potret merupakan para maestro fotografi Indonesia, dan mereka mau berbagi ilmu dengan orang lain, jadi ilmunya bisa bermanfaat untuk orang lain, tidak untuk diri mereka” ucap bang Roy Genggam.

So untuk teman-teman yang lain, keep traveling and sharing ya !

memotretlah dengan mata hati..

Terima kasih untuk inspirasi yang membuat kepala saya sempat cenat-cenut dengan ide-ide yang muncul dari workshop kemarin.

workshop

Sebelum pulang menyempatkan berpose bareng 2 mentor saya, Roy Genggam dan Don Hasman 😀

Roy Genggam(mentor) - Don Hasman(mentor) - Murid