berburu milky way di papua

Salah satu yang membuat saya tertarik untuk ikut perjalanan #PulangKePapua adalah rasa penasaran untuk bertemu dengan milky way di pulau tertimur Indonesia. Saya terbayang bagaimana kerlip bintang terlihat lebih terang ketika berada di Flores. Saya membayangkan bagaimana gelapnya langit malam di Papua yang bakalan dihiasi kerlip bintang. Terbayang malam malam begadang buat berburu milky way di Papua.

Teorinya

Apalagi perjalanan bulan September dimana secara teori kita bisa menikmati milky way selepas matahari terbenam hingga menjelang tengah malam. Jadi tidak perlu harus begadang untuk bisa mengabadikan milky way.

Cek di waktu waktu awal nanti juga bulan akan mulai masuk ke fase bulan tua, jadi seharusnya tidak banyak gangguan cahaya dari bulan untuk memotret milky way.

Pertimbangan

Tapi ada beberapa pertimbangan lain untuk memotret malam di Papua. Salah satunya adalah unsur keamanan. Menurut cerita beberapa teman yang pernah ke Papua, resiko ketika memotret di malam hari, apalagi kalau kita hanya sendiri cukup besar. Jadi disarankan untuk mengajak teman, terutama kalau ada orang lokal yang lebih mengenal daerah di sekitar.

Dan faktor lain yang ternyata berpengaruh besar dan di luar perkiraan saya adalah cuaca. Saya pikir karena sama sama berada di sekitar garis khatulistiwa jadi cuaca tidak terlalu jauh berbeda dengan beberapa daerah lain, September masih termasuk musim kering.

kenyataan lapangan

Tapi ternyata oh ternyata.. Begitu kaki menginjakan Sorong, terlihat bekas genangan air yang menandakan barusan turun hujan. Begitu semakin sore, mendung semakin menggayuti kota Sorong. Sunset pun terlewatkan tanpa melihat mentari berjumpa kaki langit.

Beberapa kali keluar dari kamar kontrakan untuk melihat suasana malam, tapi sepertinya mendung tetap tidak mau beranjak. Hari hari berikutnya malah hujan deras seringkali mengisi sore hingga malam. Pupus sudah untuk mendapatkan milky way di atas kota Sorong.

berburu milky way di papua
begini biasanya langit di malam hari

Begitu juga di Arborek. Hari pertama mendung putih semalaman. Hari berikutny sedikit beruntung, sekitar beberapa menit langit sedikit membuka sebelum kemudian tertutup awan kembali. Dan seperti di Sorong, beberapa kali melihat ke tepi pantai hanya mendapatkan langit yang kelabu.

berburu milky way di papua
milky way di dermaga arborek

Masih beruntung ketika suatu sore, ketika masih berada di dermaga, langit membuka beberapa saat. Kerlip bintang tampak menggoda untuk segera memasang kamera. Sayang tripod saat itu masih dipakai teman teman untuk mendokumentasikan wawancara. Akhirnya digunakan cara tradisional, kamera di taruh di lantai kayu dermaga, lensa diarahkan sedikit menyudut ke atas, dan diganjal dengan tempat kacamata.

Repotnya untuk mengecek sudah fokus, kalau biasanya pakai tripod mudah, tinggal live view, diperbesar 10x dan atur hingga kerlip bintang paling fokus. Tapi karena posisi yang sejajar dengan lantai jadi terpaksa harus trial dan error. Jepret dan cek hasilnya di layar smartphone yang tersambung dengan applikasi ke kamera.

berburu milky way di papua
selamat datang di arborek

Beruntung masih dapat beberapa frame sebelum awan yang sepertinya enggan membiarkan bintang menari malam itu. Cuma beberapa menit sebelum kemudian ketika tripod selesai digunakan dan langit sudah kembali tertutup awan.

berburu milky way di papua
milky way diari kampung arborek

Satu malam berikutnya masih sempat mengabadikan milky way cukup sempurna di tepi pantai di depan penginapan. Rencana ingin kembali mengabadikan milky way di dermaga karena view yang lebih luas, tapi begitu sampai dermaga langit sudah kembali tertutup awan, hahahaha

Di Wamena, Yalimo, Yahukimo lupakan tentang milky way. Tidak saja malam, siang dan pagi hampir setiap hari hujan. Langit selalu berisi awan kelabu. Pupus sudah untuk bisa mengabadikan milky way sepanjang perjalanan.

Harapan jangan sampai hilang

Tapi kadang pas tidak berharap malah milky way terlihat. Dalam perjalanan dari Wamena menuju Yalimo. Kami menggunakan mobil strada dan beberapa teman berada di bak belakang. Hujan mengguyur sepanjang perjalanan jadi mereka bersembunyi di balik terpal biru. Begitu kami berhenti sejenak untuk buang air kecil, langit sempat terbuka sebentar. Karena tripod ada di dalam tas ransel, dan waktu yang terbatas, jadi kamera diletakan di permukaan tanah, diganjal dengan batu di bagian lensa supaya mengarah sedikit ke atas. Test beberapa jepretan untuk menentukan komposisi, sebelum kemudian kami harus segera bergegas kembali jalan menuju Yalimo.

berburu milky way di papua
milky way di perjalanan menuju Yalimo

Foto milky way yang berkesan, karena di bagian belakang Adi sedang mabuk dan muntah terguncang sepanjang perjalanan hahahah.

berburu milky way di papua
milky way tipis di atas abepura

Suatu sore ketika selesai mengabadikan suasana sore di bukit skyline, Abepura, langit diisi bintang. Tapi sayang, bulan separo yang terbit berada di dekat bagian inti milky way. Jadi setelah beberapa jepretan, dan cek bahwa hanya terlihat samar, kembali tripod terlipat, dan malam malam berikutnya di Papua nampaknya juga jarang ada kesempatan untuk mengabadikan milky way, karena bulan sudah semakin mendekati fase purnama.

Kesempatan lain, siapa tahu ketika kembali berkunjung ke tanah Papua cuaca lebih bersahabat untuk berburu milky way di Papua

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *