“Resolusi tahun 2019 adalah lebih banyak melakukan perjalanan.” Tulis salah satu rekan, Adit Negro di facebook beberapa waktu lalu. Dan setelah melewati beberapa pilihan usulan untuk naik ke gunung Lawu jalur Cemoro Kandang balik Candi Cetho disetujui. Tapi selang beberapa hari, pendakian gunung Lawu ditutup karena ada pendaki yang tersesat belum diketemukan. Akhirnya alternatif perjalanan lain pun diutarakan. Dan malam itu kami berlima dengan dua tenda menikmati malam bertabur bintang di Bukit Kosakora, Gunung Kidul.

[quads id=2]

Pemilihan tempat kemping ceria di Bukit Kosakora hanya berdasarkan artikel di salah satu media sosial. Kami memilih acak, karena pikir kami semua tempat di sekitar pantai selatan tidak jauh jauh beda. Karena toh kami juga rencana kali ini tidak akan susur pantai selama beberapa hari, cuma sekedar mencari tempat menikmati malam di tepian pantai.

Perjalanan dari Solo ke Pantai Ngrumput mengandalkan jalur dari google maps. Kami melewati jalur Sukoharjo – Klaten dan tembus Semanu hingga tiba di Parkiran Pantai Ngerumput di Gunung Kidul sekitar pukul delapan malam. Parkiran sepi, karena memang bukan hari libur. “Tahun baru kemarin sampai seratus tenda di atas” salah satu petugas retribusi memberi informasi ketika kami bertanya tempat berkemah di bukit Kosakora. Whatttt, rasanya pasti kayak sarden bejibun tenda di atas bukit begitu. “Malam ini cuma ada tiga tenda di atas” kami pun bernapas lega, terbayang apa nikmatnya berkemah dengan segitu banyak tenda hahaha..

O iya, perjalanan dari parkiran ke pantai Ngrumput sekitar 500 meter, jalan setapak melewati perkebunan penduduk. Begitu tiba di tepi pantai ternyata ada beberapa warung yang masih buka. Kami putuskan untuk berkemah di atas bukit saja supaya besok pagi bisa menikmati sunrise. Pantai Ngrumput sendiri agak tertutup jadi sepertinya kurang bisa menikmati pagi kalau berkemah di tepi pantainya.

Untuk naik ke atas bukit kami membayar retribusi 2000 perorang dan 15 ribu pertenda. Jalan menanjak, tidak terlalu jauh, tapi bikin Warjo dan Icuk yang tadi menggunakan jaket mengeluh kepanasan. Ya iyalah, jalan di pantai walau malam begini ya tetap panas dan berkeringat hahahaha

bertabur-bintang-di-bukit-kosakora

Begitu tiba di atas bukit Kosakora kami menjumpai dua tenda yang sudah berdiri di dekat warung. Eh ada warung di atas bukit ? Yup, di atas bukit Kosakora ada warung. Tapi malam itu tutup, karena pemiliknya baru pulang kampung. Satu tenda lagi berdiri agak ke bawah, di tempat yang datar.

Kami putuskan untuk mendirikan dua tenda kami di bagian agak bawah yang cukup datar. Tenda kami muat masing-masing dua orang, Sedangkan kami berlima hahaha.. Nanti dilihat saja, yang penting tenda berdiri dulu. Mudah-mudahan cuaca bersahabat tidak hujan nanti tengah malam.

Setelah tenda berdiri, acara berikutnya bakar-bakar apa saja yang bisa dibakar. Tadi sore kami sudah sempat makan ayam goreng di perjalanan, jadi malam ini kami cuma ngemil bakso yang dibakar di perapian, ditambahkan bumbu bawang dan cabai. Bakso disunduk dan dibakar di api unggun. Rasanya… ya biasa banget, tapi karena suasana di alam dan bersama teman-teman jadi berasa lebih nikmat.

Ditambah kopi instan dan teh celup yang disajikan hangat, sembari ngobrol tentang apa saja mengelilingi api unggun. Sayup sayup debur ombak menabrak karang menemani obrolan kami. Bintang mulai terlihat satu persatu, semakin malam langit semakin terbuka, dan ribuan bintang menemani malam ini.

Bentangan putih melintang di langit selatan. Nyaris tegak lurus di atas tenda kami. Galaksi bima sakti atau disebut milky way malam itu menyapa kami. Walau bukan bagian intinya, hanya kabut putih kumpulan bintang yang tertangkap kamera. Nanti sekitar pertengahan maret kita berjumpa lagi ya !!!!

Tapi malam berbintang tidak berlanjut lama, karena awan gelap mulai menutupi langit, dan perlahan satu demi satu titik air mulai berjatuhan. Kami segera masuk ke dalam tenda, Icuk dan Marsono di tenda pertama, kami bertiga di tenda kedua. Umpek umpekan, jadi bisa bersimpati dengan sarden yang dimasukan ke dalam kaleng berhimpit himpitan.

Apalagi dengan kelembaban di pantai tidak butuh waktu lama, kami kepanasan hahahaha.. Di luar hujan di dalam tenda panas, ibarat buah simalakama. Bagian pintu tenda sudah dibuka lebar, tapi karena tidak ada angin jadi tetap terasa panas. Di luar basah kehujanan, di dalam basah keringatan.

Beruntung hujan tidak berlangsung lama. Marsono kemudian berinisiatif membuat bivak dari flysheet untuk tempat berteduh dan tidur di luar tenda. Fly sheet dipasang di bagian atas, untuk berjaga-jaga apabila hujan lagi, bagian samping dibiarkan terbuka biar terpapar angin.

Sekitar pukul empat saya sudah terbangun karena panas di dalam tenda. Memang kalau di pantai lebih disarankan menggunakan tenda yang hanya berupa jaring dengan fly sheet di atas. Kalau dengan model tenda untuk naik gunung kurang nyaman untuk berkemah di pantai.

Melongok keluar, bintang sudah kembali bermunculan. Galaksi Bima Sakti terlihat sudah cukup miring ke arah barat daya. Saya memanfaatkan waktu yang sepi ini hanya dengan duduk diam menatap langit. Merehatkan pikiran, berdamai dengan keadaan. Belakangan ini beberapa kejadian menyita pikiran. “Kamu harus fokus” itu yang teringat sembari menikmati pendaran bintang di langit.

Setelah cukup puas memandang bintang, masuk lagi ke dalam tenda untuk mengambil kamera dan tripod. Begitu keluar tenda, lha kok sudah tertutup awan kembali ? Begitulah kalau memotret di alam, saat ini cuaca bagus ndak ada jaminan beberapa saat ke depan tetap bagus, jadi manfaatkan momen yang ada.

Semakin pagi, awan bergerombol semakin banyak. Semburat merah di ufuk timur sebagian tertutup mendung kelabu. Bahkan ketika sedang menyiapkan kamera untuk time lapse tak lama kemudian gerimis berjatuhan. Segera kamera kembali dimasukan ke dalam tenda, gagal deh.

Hujan tak berlansung lama, sang surya muncul dari balik bukit, hanya sebentar, kemudian langsung hilang kedalam awan. Menyisakan berkas cahaya yang menari di antara awan.

Adit Negro yang sejak kemarin sibuk dengan kamera dslr untuk vlog pagi itu menyiapkan kamera untuk time lapse, bongkar tenda

Sarapan mie goreng, sosis dan bakso dengan sumpit ala marsono, ranting yang dipotong dan dibersihkan dengan pisau. Setelah itu beberes, jangan meninggalkan sampah, biarkan alam bebas dari sampah kita.

Selepas dari Bukit Kosakora kami menuju pantai Ndrini yang hanya terletak di seberangnya.

Pagi itu masih tidak terlalu ramai. Pantai juga bersih, tidak banyak sampah karena rutin dibersihkan. Marsono dan Icuk kemudian bergerak menyusuri pantai mencari sampah puntung rokok dan tutup botol. Saya memilih tidur, melanjutkan tidur yang sedikit kurang semalam dan membiarkan raga ini beristirahat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *