Membaca salah satu artikel di harian kompas tanggal 28 desember 2010 kemarin mengenai salah satu kawasan favorit saya, Ujung Genteng seakan menghentak perasaan saya..

penangkaran penyu Chelonia mydas, di Kawasan Konservasi Penyu Pangumbahan, Pantai Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, tak berjalan optimal. Fasilitas konservasi yang belum menunjang dan gangguan pihak luar menyebabkan target konservasi tersendat. *

“Keberadaan wisatawan kerap mengganggu proses bertelurnya induk penyu. Gangguan berasal dari lampu kamera dan cahaya senter milik wisatawan. Peringatan sudah disampaikan berulang kali, tetapi tetap ada wisatawan yang melanggarnya.”

Ada penyesalan di dalam hati membaca kabar seperti itu.
Di satu sisi pariwisata kita perlu didukung dengan promosi dan informasi yang lengkap. Dan terbukti dengan semakin banyakan expose mengenai suatu tempat akan semakin banyak pengunjung yang akan mendatangi lokasi tersebut. Pariwisata semakin maju, masyarakat setempat (semoga) juga mendapat manfaat langsung mulai dari menyediakan tempat penginapan, menjual makanan maupun jasa ojek.

Tapi di satu sisi kekurangdewasaan kita juga membawa akibat negatif. Sampah yang dibawa pengunjung maupun pedagang sering hanya ditinggalkan di tempat, tindakan mencoret coret seakan menandakan dengan bangga bahwa si A pernah berada di situ, dan juga gangguan yg langsung maupun tidak langsung terhadap kelestaraian alam seperti contohnya penyu hijau di Ujung Genteng.

Kembali muncul pertanyaan dalam hati kecil saya.. apakah kita perlu banyak mengekspose lokasi : lokasi exotic yang jarang dijamah orang yang selama ini sering kita lakukan dengan menulis beberapa jurnal kecil perjalanan. Ataukah biarkan kita dan memori kita sendiri dan beberapa orang saja yang tahu mengenai indahnya Indonesia untuk mengurangi dampak negatif terhadap alam ?

Mari kita berdiskusi atau paling tidak bisa kita jadikan renungan bersama

Note : * sumber harian kompas cetak
http://cetak.kompas.com/read/2010/12/28/02392742/Penangkaran.Terhambat