Hari masih pagi ketika kami menapakan kaki di parkiran. Hanya ada beberapa mobil yang tiba lebih dahulu dari kami. Bahkan beberapa warung penjaja suvenir dan makanan hangat masih banyak yang tertutup plastik biru, sementara beberapa baru datang pemiliknya dan hanya mengajak kami tersenyum karena memang belum siap apa yang akan mereka tawarkan kepada kami. Langit biru bersih tanpa awan sepertinya akan menjadi latar belakang yang menarik untuk bergaya di depan kamera. Tangkuban Perahu yang terkenal dengan cerita legenda Sangkuriang pagi itu sepertinya tersenyum ramah menyambut kedatangan para pengunjung yang mengagumi keelokan alamnya.

Tangkuban perahu hanya berjarak sekitar 30 km dari kota Bandung. Terletak di Lembang dan bisa diakses dengan mudah dengan transportasi darat karena jalan yang beraspal mulus menuju ke sana.

Biasanya Tangkuban Perahu akan dipenuhi pengunjung apalagi kalau di akhir minggu. Wisatawan lokal dan luar negeri akan menyempatkan mengunjungi Tangkuban Perahu sekalian mengunjungi beberapa lokasi wisata di sekitar Bandung Utara ini. “Berangkat pagi gimana, supaya belum terlalu ramai” usulku sewaktu memberikan informasi lokasi kunjungan ke lembang malam sebelumnya. “ya udah sekalian aja kita berangkat jam 6 pagi kalau begitu” dibalas beberapa anggota keluarga yang biasanya mereka lebih suka memilih bangun agak siang dibanding harus bersusah payah pagi pagi keluar rumah. Padahal tadi dibayangan saya ketika mengajukan penawaran berangkat pagi ya sekitar jam 7 karena biasanya di paket wisata mereka baru mulai berangkat sekitar jam 8 – 8.30. “Yakin nih, bisa bangun pagi ?” sembari menyungging senyum karena membayangkan mereka yang biasanya memilih bantal guling dibanding matahari terbit harus bangun pagi pagi.

pagi di bandung
pagi di bandung

Keesok paginya, tepat jam 6 pagi kami sudah mulai menyusuri jalanan Bandung yang masih sepi, di beberapa jalan utama ditutup untuk car free day, waktu berolahraga dan bersantai untuk masyarakat bandung di minggu pagi.

“kita lewat jalur alternatif aja ya supaya bisa lebih hemat waktu” mas opik yang orang bandung mengantar kami melewati jalan yang cuma muat untuk dua mobil dengan jalur naik turun bukit. Beberapa kali kami melewati beberapa orang lokal yang mengatur jalan melewati persimpangan kecil. “kalau lewat jalur utama bisa lebih lambat sekitar 30 menit” imbuhnya lagi ketika mobil kami melewati jalan yang sepertinya jalan perkampungan.

Dan begitu tiba di jalan utama, kami sudah tidak terlalu jauh lagi pintu masuk ke Tangkuban Perahu, dan saat itu jalan menuju ke sana masih cukup sepi.

Begitu keluar dari mobil, udara dingin pegunungan segera menyambut kami. Jaket yang tidak terlalu tebal yang kami kenakan masih cukup hangat untuk melindungi tubuh kami dari angin pegunungan. Bau belerang yang awalnya kami takutkan cukup menyengat baunya, pagi itu hampir tidak terlalu tercium, jadi kami tidak harus ribet mengenakan penutup hidung.

Dari parkiran paling atas, kita bisa mengambil dua jalur. Jalur yang searah jarum jam jalan nya menanjak, dari sana nanti kita bisa melihat kawah tangkuban perahu dari sisi barat ke arah timur. Sedangan jalur satunya lagi menurun menyusuri berlawanan arah jarum jam. Dari sana kita bisa menyaksikan kawah Ratu dari sisi timur.

tangkuban perahu dari parkiran
tangkuban perahu dari parkiran

Kami mengambil jalur searah jarum jam dengan pertimbangan jalannya lebih datar dan tidak terlalu curam baik naik maupun turun, jadi bisa sambil jalan santai menikmati pagi di Tangkuban Perahu.

Ada beberapa tujuan wisata yang bisa kita datangi di Tangkuban Perahu. Kawah Ratu merupakan yang paling mudah kita lihat karena persis di samping tempat mobil parkir. Kita bisa berjalan kaki melewati jalan setapak menuju kawah Domas.

kawah ratu
kawah ratu
kawah ratu

Walau terlihat tenang tapi di tahun 1969 Tangkuban Perahu pernah terjadi erupsi, dan di tahun 1992 sempat ditutup untuk umum karena menunjukan kenaikan aktivitas gunung berapi.

tangkuban perahu
tangkuban perahu

Tangkuban Perahu erat hubungannya dengan legenda Sangkuriang. Alkisah jaman dahulu ada dewa dewi yang dikutuk untuk turun ke bumi dalam wujud binatang. Sang dewi berubah menjadi babi hutan bernama Celeng Wayung Hyang sedangkan dewa berubah menjadi anjing bernama Tumang. Mereka diturunkan ke bumi untuk menjalankan hukuman dan bertapa mohon pengampunan supaya bisa kembali ke wujud dewa dewi seperti semula.

Sang dewi yang berubah bentuk menjadi babi hutan melahirkan anak perempuan yang kemudian di asuh oleh raja Sungging Pebangkara. Kalau dari legenda sang dewi hamil karena pada saat haus meminum air kencing raja yang tertampung di daun. Yah namanya juga cerita legenda jadi ya kita nikmati saja.

Setelah besar, bayi perempuan yang bernama Dayang Sumbi tersebut tumbuh sebagai gadis yang cantik jelita. Sehingga akhirnya banyak raja dan pangeran yang ingin mempersuntingnya.

Dewi Sumbi sendiri lebih memilih mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani anjing yang ternyata dewa yang berubah wujud sebagai si Tumang. Pada saat menenun kain, salah satu alatnya, torak, jatuh ke balai balai. Karena merasa malas, Dayang Sumbi berucap tanpa berpikir terlebih dahulu, dia berjanji bahwa yang mengambilkan torak yang terjatuh bila laki laki dijadikan suami, jika perempuang dijadikan saudarinya. Lha ndilalah si Tumang yang mengambilkan toraknyanya dan diberikan ke Dayang Sumbi. Karena sudah terlanjur berjanji jadilah Dayang Sumbi harus mengawini si Tumang. Dan karena malu, kerajaan mengasingkan Dewi Sumbi ke hutan.

Si Tumang yang bisa kembali ke wujud aslinya sebagai dewa di saat bulan purnama pun akhirnya bisa menghamili Dayang Sumbi dan lahirlah anak lelaki yang tampan bernama Sangkuriang.

Setelah Sangkuriang beranjak dewasa, Dayang Sumbi berkeinginan untuk memakan hati rusa, maka Sangkuriang dengan si Tumang pun berburu ke hutan. Setelah lama mencari buruan di hutan ternyata tidak bertemu dengan hewan buruan seekorpn, Hingga suata saat Sangkuriang melhat seekor babi hutan yang ternyata Celeng Wayung Hyang. Karena si Tumang mengenal Celeng Wayung Hyang yang adalah nenek Sangkuriang, maka si Tumang tidak mau mengejar celeng tadi. Sangkuriang kesal dan menakut-nakutin si Tumang dengan panah, tapi secara tidak sengaja anak panahnya terlepas dan membunuh si Tumang.

Sangkuring pun bingung, dan karena tidak memperoleh buruang yang dicari dia puny menyembelih si Tumang dan mengambil hatinya. Setelah itu hati si Tumang diberikan kepada Dayang Sumbing, yang kemudian dimasak dan dimakan. Setelah tahu bahwa yang dimakan adalah hati si Tumang, yang adalah suaminya, maka dia pun marah dan memukul kepal Sangkuriang dengan centong sehingga kepala Sangkuriang terluka.

Sangkuriang pun akhirnya meninggalkan rumah. Sedangkan Dayang Sumbi yang menyesal telah mengusir Sangkuriang memohon supaya nanti bisa dipertemukan kembali dengan anaknya. Dia bertapa dan hanya memakan tumbuhan dan sayuran mentah sehingga tetap cantik dan awet muda.

Sangkuriang dalam perjalanannya berguru pada banyak pertapa sehingga semakin sakti. Dan secara tidak sengaja karena pergi mengembara berkeliling dunia hingga tiba kembali ke tempat semula. Di sana Sangkuriang bertemu dengan seorang putri cantik yang ternyata sebenarnya adalah Dayang Sumbi. Tapi karena sudah lama tidak bertemu dan Dayang Sumbi masih tetap awet muda sehingga Sangkuriang tidak tahu dan berniat untu mempersuntingnya.

Dayang Sumbi yang kemudian menyadari bahwa laki laki tampan yang mencoba mendekatinya adalah Sangkuriang, anaknya sendiri. Dia mencoba menolak pinangan Sangkuriang dengan memberikan syarat pinangan yang tak mungkin bisa dipenuhi Sangkuriang. Dayang Sumbi meminta agar dibuatkan perahu dan telaga dalam waktu semalam. Ternyata Sangkuriang menyanggupinya.

Dengan bantuan mahluk halus, Sangkuriang mulai membangun bendungan dan perahu. Melihat itu Dayang Sumbi mengerahkan akal supaya tidak berhasil. Dia kemudian membentangkan kain putih di atas bukit di sebelah timur, sehingga seperti bercahaya menjelang pagi di ufuk timur. Dan berulang ulang memukul alu ke lesung seolah olah menumbuk padi. Mahluk halus anak buah sangkuriang ketakutan karena mengira sudah mau pagi sehingga mereka pun lari tunggang langgang dan meninggalkan pekerjaannya.

Karena gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi, Sangkuringan marah dan menendang perahu tadi dan jatuh menangkup yang sekarang ini dikelan sebagai gunung Tangkuban Perahu.

Beruntung kan ya, kita tidak tinggal di dalam dunia dongeng seperti Sangkuriang maupun Bandung Bondowoso. Dimana syarat untuk meminang seorang putri adalah membangun perahu atau candi dalam waktu satu malam hahahaha

TIPS Berkunjung ke Tangkuban Perahu

  • Datang lebih pagi, selain untuk menghindari kemacetan di jalan dan keramian pengunjung di Tangkuban Perahu juga karena udara pagi masih terasa segar
  • Bawa jaket, penutup kepala karena terkadang suhu masih dingin ketika di pagi hari
  • Kalau warung di pinggir kawah sudah pada buka, boleh lah membeli jajajan hangat buat pengisi perut
  • Bawa lensa lebar dan tele. Lensa lebar untuk mengabadikan keelokan pemandangan alam seluruhnya, lensa tele untuk mengambil detail detail pemandangan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *