Salah satu kendala yang dihadapi para pejalanan dimana tiada hari tanpa gadget adalah sinyal. Terutama yang setiap saat harus berurusan untuk komunikasi dengan pihak pihak lain. Dan susahnya di beberapa tempat di pulau Kalimantan sering kita menjumpai daerah daerah yang minim sinyal.

Saya teringat cerita seorang teman beberapa tahun lalu ketika melakukan perjalanan di Bukit Tekenang. Dia menggunakan kartu dari salah satu provider terbesar di Indonesia. Setelah beberapa hari tidak ada sinyal dan ketika di Bukit Tekenang ternyata sinyal full. Tapi tulisannya bukan tulisan provider Indonesia, tapi dari negeri seberang. Karena saat itu belum terlalu paham, jadi ketika ada telpon dari kerabat masuk dan dia angkat, ndak sampai terlalu lama berbicara telpon mati. Dan setelah itu dia mencoba menelpon ulang tapi tidak bisa. Dicoba cek pulsa ternyata pulsa yang menurut dia tadi masih sekitar 50 ribuan sudah habis ludes. Eaaaa.. ternyata kena roaming hahahaha…

Tahun 2011 lalu ketika melakukan perjalanan hampir selama 3 minggu di sekitar Kapuas Hulu juga pasrah aja pas ndak ada sinyal buat berkomunikasi. Handphone paling digunakan untuk mendengarkan musik selama perjalanan sampai baterai habis.

Desember 2015 kemarin, ketika kami berada di rumah panjang Keluin, Kapuas Hulu, lokasi dikelilingi bukit sehingga komunikasi dengan telpon hampir tidak bisa. Tapi sekarang dengan semakin terbiasa kita menggunakan koneksi internet untuk berkomunikasi dan berbagi cerita melalui media sosial semakin kita membutuhkan koneksi internet. Rasanya ada yang kurang kalau foto pagi ini tidak di share ke teman-teman lainnya. Ada pula yang karena kebutuhan bisnis terpaksa harus sering mencari sinyal untuk berkoordinasi tentang pekerjaannya.

Masyarakat yang tinggal di rumah panjang Keluin biasanya kalau butuh berkomunikasi mereka menaiki bukit tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Bukit Niko mereka menyebutnya. “dulu pernah ada peneliti dari luar, namanya mr Niko(las?) yang sering naik ke bukit itu untuk mencari sinyal. Jadi supaya lebih mudah kami menyebut bukit itu bukit Niko” ucap salah satu penduduk ketika kami bertanya kenapa disebut bukit Niko.

Panorama pagi hari di bukit Niko bisa dinikmati dalam format panorama 360 melalui website my360story.com lho
http://my360story.com/vr360/sentarum/sentarum.html

Perjalanan ke bukit Niko sebenarnya tidak terlalu lama, paling sekitar 15 menit jalan kaki. Tapi karena waktu itu masih sering hujan jadi jalur tanah yang kami lewati menjadi licin. Belum lagi kami harus memanjat manjat supaya bisa sampai ke bagian atasnya. Beberapa dari kami terpaksa rela melepaskan alas kaki dan “nyeker” ketika memanjat bukitnya supaya tidak terpeleset. Yah demi dua tiga baris sinyal yang menghubungkan kami dengan dunia luar.

O iya kami biasanya menuliskan dulu semua yang akan kami kirimkan ketika berada di rumah panjang. Baik Email, facebook, instagram, whatsapp ke teman-teman. Jadi ketika sampai lokasi, kami tinggal mencari tempat yang paling banyak mendapatkan sinyal, acungkan hape tinggi tinggi dan tak lama kemudian, kalau pas beruntung, akan ada bunyi titititititi.. tanda masuk pesan dari seberang.

Tapi jangan terlalu optimis juga sih, karena sinyal yang ada juga tidak stabil. Bahkan sering datang hilang, mungkin karena menara pemancar berada cukup jauh dari bukit ini, jadi kestabilan sinyal tergantung banyak hal. Jangan lupa juga membawa kopi hangat dan juga makanan kecil, soalnya bisa lama menunggu sinyal datang hahahahaha…