Pasti dari teman-teman ada yang punya mimpi, bisa berkeliling Indonesia kan ? Apalagi berkelilingnya secara gratis, ndak perlu keluar uang, dan kalau memungkinkan dapat bayaran. Bener ndak ? Nah widhibek, salah satu admin Landscape Indonesia juga pernah punya mimpi seperti itu lho, berkeliling Indonesia, menikmati keindahan alamnya, mengabadikan dalam jepretan kamera, dan dibayari tiketnya. Kalau punya mimpi yang sama silakan dibaca sharing pengalamannya sampai bisa seperti itu dibawah ini ya.
Format akan dibikin dengan pertanyaan dan jawaban biar lebih enak dibaca ya. Kalau ada yang ingin ditanyakan lebih lanjut silakan tulis di kolom komentar nanti biar diupdate di artikel

Bagaimana awalnya punya mimpi berkeliling Indonesia ?
Dari kecil saya suka berpergian, mungkin karena mendapat turunan dari orang tua saya yang juga dulunya sering bepergian, karena bekerja sebagai dokter. Kakak saya pertama lahir di Jakarta, kakak kedua di Bengkulu, dan saya di Kendal.
Setelah lulus kuliah, saya mendapatkan tawaran untuk bekerja di Dian Niaga Jakarta, membantu sekretariat Jaringan Madu Hutan Indonesia. Saya masih ingat tawaran yang diajukan kepada saya. “Bek, kamu kan suka jalan-jalan. Gimana kalau bantu di JMHI, nanti bisa jalan-jalan ke Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan untuk bantu kelompok petani madu hutan di daerah?” Deal, saya langsung melihat peluang berkeliling Indonesia di depan mata.
Bagaimana mulainya berkenalan dengan fotografi ?
Nah dari situ juga saya mulai berkenalan dengan fotografi. Sebelumnya sih sudah sering memotret, menggunakan kamera analog punya ayah saya, Fujika.
Setelah itu membeli kamera digital pertama, UMAX dengan resolusi 1,3 mega pixel dengan bantuan uang dari kakak saya. Walaupun hasilnya jelek banget, mirip pakai webcam buat motret hihihi, tapi saya mulai menyukai memotret.

Setelah itu saya menggunakan kamera poket dari kantor setiap saya bertugas ke daerah. Merasa kurang dengan kemampuan kamera poket saat itu yang cuma bisa menggunakan setingan auto, saya mulai mencari cari kamera yang lebih mumpuni untuk belajar fotografi. Jaman itu masih belum terlalu banyak kamera digital yang ada dipasaran. Seingat saya baru ada beberapa kamera dslr generasi pertama seperti canon rebel (EOS 300D kalau tidak salah ingat).
Oleh orang tua saya, karena melihat saya serius belajar fotografi dengan membaca baca buku fotografi koleksi ayah saya, akhirnya membelikan saya kamera poket yang lebih profesional, canon G5. Kamera ini yang membawa saya belajar banyak tentang kamera dan fotografi.
Walau kamera poket, tapi lebih kearah kamera prosumer, profesional tapi konsumen. Dengan pengaturan kamera yang mirip dengan kamera dslr saya banyak belajar dan mengulik cara menghasilkan foto yang bagus. Saya mulai belajar menerapkan pengambilan foto di luar zona auto. Belajar segitiga eksposure, komposisi hingga akhirnya merasa cukup maksimal menggunakan kamera poket G5 ini.

Setelah itu diracuni teman-teman dari (dulu namanya) Gecko studio dan Riak Bumi dengan kamera dslr Nikon mereka yang bisa menghasilkan foto yang lebih bagus dari kamera poket saya.
Terlebih, Willy, seorang teman saya yang tinggal di Singapore mengirimkan lensa kits, canon 18-35mm. “Saya berikan lensanya, ntar kamu cari sendiri kamera nya buat belajar motret ya”

Akhirnya saya mulai mencari-cari kamera dslr kelas pemula yang bisa saya gunakan untuk belajar lebih banyak tentang fotografi.
Pilihan saya jatuh ke kamera canon 450D dengan pertimbangan sebelumnya saya sudah belajar cukup banyak di kamera poket canon juga dan saya sudah punya lensa kits nya.
Saya ingat melihat kamera Canon 450D ini di majalah fotografi import yang saya beli secara online. Saya sobek dan tempelkan di tembok kamar kos saya. Selang seminggu kemudian, kakak saya mengabari ada promo kamera canon 450D dan mau membantu membelikan kamera itu, nanti tinggal saya mencicil bulanan ke kakak saya. Mestakung, Semesta Mendukung.

Bagaimana pengalamannya dari kamera poket ke dslr ?
Pengalaman memotret dengan kamera DSLR pertama ada yang kurang. Mungkin teman-teman lainnya juga mengalami. Saya ingat hasilnya lebih bagus ketika memotret dengan kamera poket sebelumnya.
Saya bertanya kepada Willy, “Wil, kenapa hasilnya kurang bagus kalau pakai dslr ya?” Dan saat itu jawabannya cuma “Kamu masih belum menguasai kameranya”. Ternyata memang kamera saja bukan jaminan menghasilkan foto yang bagus. Orang dibelakang kamera yang menjadi salah satu kunci untuk foto yang bagus.

Setelah itu saya mulai kembali belajar fotografi dari banyak sumber. Selain dari majalah fotografi import saya juga banyak belajar dari forum fotografer.net yang saat itu masih jadi satu tempat bertemunya para fotografer Indonesia.
Saya mulai kembali mencoba memotret, evaluasi hasilnya mana yang masih kurang bagus, mencoba lagi, evaluasi lagi, coba lagi, evaluasi lagi..
Bagaimana ceritanya bisa mulai berkeliling Indonesia dengan kamera ?
Dulu setiap memotret saya sering mengupload foto dengan cerita dibelakangnya di facebook dan website landscapeindonesia.com.
Beberapa teman banyak yang suka dengan hasil foto yang saya ambil. Mereka memberikan like dan komentar yang membuat saya jadi lebih bersemangat untuk memotret setiap bepergian.

Pak Heri dari Riak Bumi menawarkan kepada saya penugasan fotografi pertama saya saat itu. “Bek mau ndak bantu motret ke beberapa rumah panjang di sekitar Danau Sentarum?” Selama sekitar tiga setengah minggu kami berkeliling lebih dari sepuluh rumah panjang di sekitar Kapuas Hulu. Aktivitas tiap hari ya itu, motret, motret, dan motret, sesekali sih minum saguer hehehe

Tiket pulang pergi dibayari, akomodasi semua ditanggung, dan dapat bayaran. Wah dream job banget deh, melakukan yang kita senangi dan dapat bayaran. Benerkan ?

Setelah itu beberapa teman yang menyukai bersepeda keliling tempat-tempat menarik di Indonesia juga minta bantuan untuk didokumentasikan kegiatannya. Mulai dari Bromo, kemudian merambah gunung Tambora dan berdebu ria di gunung Rinjani.

Dulu ndak pernah kebayang gimana repotnya bawa sepeda sampai ke puncak-puncak gunung gitu. Tapi lebih repot ngejar orang bersepeda turun gunung sambil berlari-lari sih, hahahahaha.

Saya berterima kasih untuk semua teman-teman yang dari awal sudah mendukung saya untuk menekuni dunia fotografi ini. Tanpa kalian semua saya mungkin melihat fotografi hanya sekedar sebagai hobi saja, dan berkeliling Indonesia cuma sekedar jadi mimpi.
Trus apa yang dilakukan supaya bisa sering jalan-jalan ?
Dari satu teman saya direferensikan ke teman-teman lainnya. Ini penting banget kalau kita terjun di dunia freelance, networking.

Semakin banyak kita punya kenalan, semakin terbuka peluang yang akan mengantar kita mengejar mimpi-mimpi kita.
Dan jangan lupa untuk selalu mengupdate dengan informasi terbaru, entah belajar pengetahuan baru, peralatan baru, kemampuan baru yang bisa menjadi salah satu nilai jual kita yang berbeda dengan yang lainnya.
Daerah mana yang dulu dimimpikan dan berhasil diwujudkan ?

Danau Sentarum, dulu saya ingat cerita dari salah satu teman di Earth Kids, mbak Elly. Setelah itu saya berkeinginan suatu hari nanti harus bisa ke sana. Eh ternyata malah dari 2005 sampai terakhir september 2019 ini masih sering ke sana.

Papua juga dari dulu menjadi salah satu mimpi yang ingin saya datangi. Tapi karena kendala biaya, transportas dan akomodasi, membuat sampai tahun lalu hanya jadi sekedar mimpi. Untungnya saya kenal seorang teman, dedengkotnya Telusu-Ri, Syukron. Ini teman yang disuruh jalan kemana saja oke, walau ndak dapat uang, yang penting pengalaman hahahaha. Selama sebulan kami bepergian ke beberapa kabupaten di Papua.

Dan terakhir kemarin malahan 4 bulan saya di Komodo. Menikmati kehidupan sebagai fotografer underwater, dive guide dan instruktur diving di kapal Lalunia.
Apa yang perlu disiapkan supaya kita bisa juga jalan-jalan dibayari untuk memotret ?
Banyak sih, paling tidak kita harus punya apa yang dibutuhkan oleh klien kita.
Skill memotret. Walau sekarang dimudahkan dengan teknologi kamera digital yang semakin maju, tapi skill dasar memotret tetap harus kita kuasai ya.

Kuasai secara maksimal peralatan kita. Jangan hanya punya kamera dan lensa termahal, tapi kalau tidak bisa menguasai secara maksimal ya sama saja. Peralatan yang terbaik adalah peralatan yang bisa kita gunakan secara maksimal. Tidak perlu harus mulai dengan pikiran semua harus punya sendiri terlebih dahulu. Apa yang kita punyai dan kita maksimalkan lebih menghasilkan dibanding kita punya banyak tapi hanya asal-asalan makainya.

Punya “sesuatu” yang berbeda. Kita harus punya nilai yang berbeda dengan yang lain. Apa yang bisa membuat klien kita merasa oh ini harus menggunakan fotografer A, karena hasilnya pasti bisa seperti ini.

Portfolio. Ini penting karena untuk yang belum mengenal rekam jejak kita pasti butuh kepastian. Pacaran aja butuh kepastian apalagi klien kan #tsahhh. Portfolio sekarang semakin mudah dibikin kok. Bisa menggunakan instagram, facebook, website dan juga dalam format cetak. Sesuaikan portfolio dengan calon potensial klien yang akan kita tuju ya.

Kenali ceruk pasar Anda. Ada banyak kesempatan yang bisa kita gali dan manfaatkan. Misalnya sekarang saya berfokus ke underwater fotografi dengan pertimbangan pasar di dunia diving untuk fotografer masih tidak seramai dibanding fotografer landscape.

Kalau Anda suka memotret orang bisa digabung menjadi memotret orang dengan latar belakang pemandangan alam. Atau bisa juga menjadi fotografer pre wedding yang bisa berkeliling dunia. Kesempatannya tidak terbatas, yang membatasi hanya imajinasi kita.
Tapi dengan semakin banyaknya orang yang mempunyai kamera, apakah tidak menjadi semacam pesaing ?
Tehnologi selalu berkembang, dan itu berlaku di dunia fotografi. Kamera yang dulu mahal semakin lama semakin terjangkau. Dan akhirnya semakin banyak orang yang mampu membeli dan menggunakan kamera. Pasti ada plus minusnya lah.
Plusnya kita juga bisa semakin mudah di dunia fotografi, minusnya semakin banyak “pesaing” kita jadinya.

Tapi kalau mau mengambil sisi positif, dengan semakin banyak pesaing kita bisa semakin kompetitif. Kita tidak selalu berada di zona nyaman, dan akan selalu berusaha untuk mencari ide-ide baru. Nah ini yang bikin kita semakin cepat maju kan.
Usahakan mencari celah pasar yang sesuai dengan yang Anda sukai, dan usahakan jadi yang terbaik di bidang itu. Saya masih belum sampai tahap ke sana sih hihihih.. Tapi kalau cuma menjadi seorang fotogrer yang biasa, ya pasti akan terlempar dari dunia persilatan hahahaha..

Selalu terus belajar hal-hal baru, kuasai dengan maksimal keahlian-keahlian Anda, dan tetapkan tujuan.
Ada pesan untuk teman-teman yang baru akan mulai mencoba masuk ke dunia fotografi traveling ?
Yang pertama sih tanyakan pada diri sendiri, apakah berkelilng Indonesia memang berasal dari keinginan hati atau cuma sekedar ingin ikut-ikutan ? Karena hampir sama di semua bidang lainnya pun, harus ada sesuatu yang kita korbankan untuk mencapai suatu tujuan. Entah dengan waktu, uang atau hal-hal lain.

Cari sesuatu yang Anda benar-benar sukai, pelajari dan bertekun hingga menjadi yang terbaik, dan kesuksesan pasti akan Anda raih.
Selalu terus belajar hal-hal baru, kuasai dengan maksimal keahlian-keahlian Anda, dan tetapkan tujuan.
widhi bek