Nama Cuntel buat saya lebih dikenal sebagai salah satu jalur pendakian menuju ke puncak gunung Merbabu. Walau belum pernah ke sana, tapi saya yakin pasti tempatnya bagus. Beberapa waktu sebelumnya, beberapa teman menawarkan ajakan untuk glamping di sekitar Cuntel. Glamping sendiri merupakan gabungan dari glamor dan camping. Istilah yang mulai marak digunakan untuk para penyuka kemping tapi tidak terlalu suka dengan segala kerepotan berkemah. Pengen menikmati keindahan pemandangan suatu tempat tapi dengan fasilitas yang memadai. Dan Cuntel yang berlokasi di kaki gunung Merbabu bagian barat memang menawarkan pemandangan panorama indah, terutama ketika menjelang matahari terbenam. Semburat oranye dengan latar luas pemandangan daerah kopeng dan juga jejeran beberapa gunung, Andong dan Telomoyo, bakalan memuaskan mata dan penyegaran rohani. Tapi sayang ajakan glamping dan barbeque di cuntel yang pertama saya tidak bisa ikutan.

Selang beberapa minggu kemudian, tawaran untuk hunting sore di Cuntel kembali digulirkan. Seperti biasa, tanpa persiapan, hanya berupa pesan whatsapp di pagi hari, dan siangnya kami sudah dalam perjalanan menuju ke Cuntel. Beruntung semenjak jalan Tol yang menghubungkan sebagian besar pulau Jawa, akses dari Solo menuju ke beberapa kota sekarang menjadi lebih cepat. Berempat, Adit “Negro”, Dwi “Kebo”, Ifam dan saya tak lama kemudian sudah berada di lokasi Cuntel Golden Sunset.

mentari menembus awan

Sebuah lokasi glamping di Cuntel yang baru saja dibangun, menawarkan konsep modern minimalis dengan bangunan kaca berbentuk segitiga dan segi enam menyerupai rumah lebah untuk berpose. Selain itu bila ingin bermalam, kita bisa mendirikan tenda di halaman yang sudah diberi parket kayu. Untuk api unggun juga sudah disediakan tempat, tinggal bawa perbekalan untuk barbekyu bersama.


Panorama 360

Loading...

Foto merupakan panorama 360, silakan diputar ke kiri kanan atas bawah untuk melihat sekeliling.


suasana sore

Sore itu kondisi Cuntel Golden Sunset cukup ramai. Beberapa rombongan keluarga dari Semarang mampir untuk menikmati makan siang dengan menu ramen sembari menikmati pemandangan Kopeng di kejauhan. Rombongan bermotor juga sudah berada di lokasi ketika kami tiba. Mereka bernyanyi dengan iringan gitar sembari menikmati kopi hitam. Sedangkan kami, begitu tiba di lokasi, sudah sibuk masing-masing dengan peralatan foto.

quality time bersama keluarga

Dwi, dengan fuji Xpro 2 andalannya sudah mulai menjepretkan beberapa frame pemandangan sekitar. Ifam yang saat itu sengaja tidak membawa kamera juga sudah mengeluarkan peralatan musik Erhu-nya. Dan tak lama kemudian iringan Andai Aku Bisa dari Crisye mengalun sendu mengiringi sore di Cuntel.

sore nan syahdu

Andai aku bisa
Memutar kembali
Waktu yang telah berjalan . . .

harmoni dengan alam

Imajinasi liar mulai merasuki nalar, seadainya bisa memutar kembali waktu, akan kembali ke masa kapan ya..

dag dig dug

Sementara Adit sudah mulai menerbangkan drone DJI Mavic Pro nya untuk mengabadikan sekeliling. Suara mendengung mirip lebah tak lama kemudian mengisi lokasi sekitar dan semakin menguar ketika drone terbang semakin menjauh. Meninggalkan titik hitam yang semakin lama semakin menghilang.

mengabadikan dengan drone

Sabana yang terlihat dekat dari lokasi tampak mengundang untuk kembali menapaki punggungan Merbabu. Jarak pandang yang hanya seperti selemparan batu ini kenyataannya harus dilewati dengan perjuangan menapaki tanjakan demi tanjakan yang terjal. Tapi memang sebandingan dengan pemandangan indah yang ketinggian tawarkan. No pain no gain brother.

Sayang dari lokasi Cuntel Golden Sunset, pemandangan matahari terbenam agak terganggu dengan beberapa pohon, sehingga pilihan yang lebih baik adalah berjalanan kaki turun ke bawah, ke arah gardu pandang. Dari sana kita bisa menikmati pemandangan daratan luas dan gunung Andong dan Telomoyo serta mentari yang terbenam di ufuk barat.

sang pencari senja

Saya berdua dengan Dwi berjalan turun terlebih dahulu. “Nanti kami kalau sempat menyusul” ucap Adit yang masih sibuk menerbangkan drone nya. Beberapa kali kami berhenti ketika melihat tempat yang menarik untuk mengabadikan sekitar.

menjelang pergantian waktu

Siluet Gunung Andong dan Telomoyo menyambut sang surya yang mulai kembali ke peraduannya. Sayangnya awan keabuan bagai tembok panjang menutupi kaki langit, menyisakan semburat kuning kemerahan yang menandakan pamitnya mentari digantikan sang penguasa malam. Lampu – lampu rumah terlihat mulai berkelip di kejauhan, sebentar lagi kehidupan malam di Kopeng mulai bergeliat di antara dinginnya daerah yang diapit beberapa gunung ini.

Saya masih berdiri di belakang kamera yang terpasang kokoh di atas tripod. Diiring beberapa kali bunyi “klik’ shutter kamera, bergantian dengan nyanyian serangga yang mengadakan konser gratis sore ini. Di belakang saya, beberapa wisatawan setempat juga sibuk mengabadikan senja dengan menggunakan kamera handphone sembari menyantap kudapan dan minuman hangat.

Gelap menyapa, ketika semburat oranye terakhir meredup di ufuk barat. Kami memutuskan untuk kembali, rencana semula kami hanya akan melewatkan sore di Cuntel. Tapi begitu gelap datang, rintik bintang bermuculan. Sebersit ide mengembang, menunggu milky way muncul sepertinya menyenangkan juga.

merbabu menunggu rindu

Sekitar pukul 7 malam nanti sudah bisa menikmati taburan kabut galaksi bima sakti yang baru muncul di arah tenggara. Kalau tidak salah menebak lokasinya akan berada di atas bukit sabana yang kami lihat sore tadi. Dan begitu menemukan lokasi dengan pemandangan yang cukup lapang ke arah tenggara, kami putuskan untuk berhenti dan kembali memasang tripod. Momen yang sayang untuk dilewatkan begitu saja.

Koneksi internet dengan 4G tidak terlalu bagus di sekitar lokasi, jadi kadang mengirim pesan dengan whatsapp tidak langsung masuk. Terpaksa komunikasi melalui telpon biasa, memberi kabar kalau kami “njagrak tripod dulu” sambil menunggu milky way muncul. Tak lama kemudian Negro dan Ifam sudah menyusul ke bawah. “Wah sayang ndak bawa kamera” keluh Ifam yang hanya bisa bengong melihat kami mulai sibuk dengan kamera dan tripod.

Udara cukup dingin, karena berada di ketinggian sekitar 1800 mdpl, tapi tidak sedingin di Cemoro Kandang yang mempunyai ketinggian yang sama. Tapi kalau tidak memakai jaket memang terasa dingin, apalagi kalau diiringi hembusan angin yang bertiup. Lik Ifam yang menyerah pertama kali, “tak tunggu di atas wae lik, gen luih anget”.

menunggu milky way di cuntel

Sekitar pukul setengah delapan akhirnya kami putuskan untuk menyudahi hunting milky way dadakan ini. Besok pagi beberapa teman harus beraktivitas lain. Lain kali mungkin kami akan kembali dan melewatkan waktu semalaman untuk berburu milky way lagi.

merbabu view cafe di malam hari

Tapi untuk saat ini, sudah cukup puas bisa kembali melewatkan waktu di dalam dekapan hawa pegunungan.

ramen yumm yumm

Semangkok ramen hangat nan gurih menjadi penutup edisi acara dadakan di Cuntel ini. Ingatan saya sempat melayang ke ramen yang sempat saya santap di tempat aslinya sana. Warung makan kecil di pinggir jalan, untuk makan harus mengatri karena tempatnya cukup populer dan hanya muat beberapa pengunjung. Meringis sejenak mengingat perjalanan ke Jepang yang foto-fotonya masih banyak teronggok di harddisk. Tapi tak lama kemudian ingatan segera kembali ke saat ini, ketika kuah kuning berpindah dari sendok ke mulut dan rasa hangat menjalari tubuh.

suasana malam di cuntel golden sunset

Bahagia itu terkadang tidak harus berbanding lurus dengan berapa banyak uang yang harus kita keluarkan. Buat saya cukup dengan menghabiskan pergantian waktu ditemani kamera, teman-teman perjalanan yang menyenangkan dan pemandangan indah yang bisa dinikmati gratis sepanjang waktu.


Panorama 360

Loading...

Foto merupakan panorama 360, silakan diputar ke kiri kanan atas bawah untuk melihat sekeliling.


Silakan dinikmati video perjalanan mengejar sunset di cuntel dari youtubenya @aditia rahajasa, jangan lupa subcribe chanelnya biar yang punya chanel lebih semangat upload video perjalanan njih.

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *