jelajah terumbu karang

Sabtu sore kemarin, di Bentara Budaya Jakarta berkumpul beberapa orang yang tertarik untuk mengenal lebih banyak tentang kekayaan dan keanekaragaman terumbu karang Indonesia. Pameran foto baik underwater maupun profil masyarakat setempat hasil ekspedisi jelajah terumbu karang dari harian Kompas dipajang mengelilingi seputar dinding ruangan.

Sabtu, 24 Februari 2018 kemarin menyempatkan datang ke event Jelajah Terumbu Karang karena bisa sekalian dapat 3 event, pameran foto, diskusi fotografi bawah laut dan sharing scuba diving dan keindahan bawah laut.

Saya tiba pukul dua lebih sedikit karena harus menyelesaikan beberapa hal dulu, tiba di lokasi bertemu dengan mas Danny dari Galeri Foto Jurnalistik Antara. Acara diskusi foto sudah berjalan dan tempat hampir penuh. Saya masih bisa mendapatkan kursi agak di tengah supaya bisa lebih mendengarkan materi diskusi.

jelajah terumbu karang
sesi diskusi foto underwater

Sharing pengalaman memotret bawah laut dari para pewarta Kompas, Ferganata Indra Riatmoko, dan Lasti Kurnia. Mereka berbagi cerita dan suka duka mendalami fotografi bawah laut.

Mulai dari harus belajar bouyanci supaya hasil foto tidak goyang dan juga tidak merusak terumbu karang, budget yang buat sebagian orang mungkin diluar jangkauan dan obyek bawah laut yang ingin kita abadikan terkadang tidak selalu bisa kita temui ketika diving.

jelajah terumbu karang
jelajah terumbu karang

Sesi sorenya diskusi dengan narasumber om Arbain Rambey dan Nadine Chandrawinata mengenai scuba diving dan keindahan bawah laut. om Arbain di awal berseloroh di salah satu postingan event jelajah terumbu karang di instagram ada temannya yang menuliskan komentar, “Wah.. Sekarang bawah laut.. setelah kemarin drone..” padahal menurut om Arbain dia sudah sejak tahun 90 an sudah belajar underwater photography.

Harian Kompas sejak tahun 1990 sudah mulai merasa saatnya untuk memulai jurnalistik bawah air dengan 3 kamera underwater Nikonos. 2 kamera dibawa alm Norman Edwin ke ekspedisi Acoangua dan 1 lagi rusak.

“Menyelam itu indah sekali” ucap bang Arbain, dan saya tanpa sadar menyetujui dengan mengangguk-anggukan kepala karena belakangan ini saya “terjerumus” ke dunia bawah laut juga salah satu alasannya itu.

jelajah terumbu karang
mengabadikan frame

Menyelam dan fotografi underwater kembali marak akhir-akhir ini menurut om Arbain karena beberapa penyebab. Harga peralatan untuk memotret underwater sudah mulai lebih terjangkau, misalnya sudah bisa dengan menggunakan gopro. Kalau dulu ya harus dengan nikonos yang mungkin dengan kurs sekarang seharga sekitar 40-50 jutaan.

Sekarang semakin banyak dive center di beberapa tempat-tempat penyelaman. Dan ini bisa menghemat biaya dibandingkan dulu yang harus membawa sendiri semua peralatan menyelam bahkan sampai ke tabung dan pemberatnya.

Sekarang sekali turun dengan kamera bisa dapat 500-600 foto bandingkan dengan jaman dulu masih pakai kamera analog underwater kan.

Tapi memang salah satu yang masih tetap jadi kendala, sebagian besar kamera ganti model ya harus ganti casing underwaternya, mana seringkali casing lebih mahal dari kamera dan umurnya pendek hahahaha..

jelajah terumbu karang
nadine di antara frame foto

Nadine juga sudah malang melintang di dunia menyelam. Bahkan sempat sekitar tahun 2007an menjadi model underwater dengan berpakaian pengantin untuk sebuah buku. Ketika ditanya kenapa menyukai diving? Setelah diam sebentar keluar ucapan “ada kedamaian di bawah sana.. ” Buat Nadine, diving adalah me time nya dia.

Kalau tidak punya dana untuk beli kamera yang bagus untuk diving trus gimana ? Kolaborasi.. ucap Nadine. Dan saya jadi ingat salah satu teman saya Syukron selalu membawa tiga kata ajaibnya. kolaborasi, ekosistem dan value.

Kita sudah dapat banyak dari alam, maka tidak ada salahnya kita mengembalikan lagi kepada alam. Salah satu yang bisa kita berikan kepada alam ya karya kita, imbuhnya lagi.

jelajah terumbu karang
berkarya dan berbagi lewat foto

Akhir-akhir ini juga kalau kita sempat mengikuti berita mengenai wisata hiu paus yang sampai dipeluk dan dinaiki, terumbu karang yang diijak ketika snorkeling, miris juga kan. Harus dari berbagai pihak yang saling mengkoreksi diri, operator wisata juga harus punya pengetahuan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh sehubungan dengan konservasi. Begitu juga para wisatawan harus membekali diri dengan pengetahuan dan mau belajar.

Maka itu salah satu alasan kenapa untuk diving harus mempunyai sertifikat minimal open water. Dengan mengambil sertifikat open water paling tidak kita punya pengetahuan dasar menyelam yang benar dan aman dan juga tentang pelestarian alam.

Di salah satu sesi tanya jawab ada yang menanyakan pertanyaan tempat diving mana yang terbaik ? Pertanyaan yang saya rasa selalu ditanyakan oleh semua orang yang baru mulai mengenal dunia diving, saya dulu juga begitu sih. “Soto sama tempe, enak mana ?” om Arbain malah balas bertanya. hahahaha.. Indonesia beruntung banget berada di wilayah Triangle Coral yang mempunyai keanekaragaman terumbu karang.

“kita mau cari apa ketika diving, trip dengan siapa?” Itu bebearpa faktor yang menurut Nadine menjadikan sebuah trip berkesan tidak. Sama donk dengan yang saat ini sedang saya kerjakan di Odydive, bikin trip trip diving yang berkesan. Bukan sekedar trip menikmati keindahan bawah lautnya saja, tapi juga belajar banyak dari habitatnya, mendokumentasikan dalam bentuk foto dan video, dan kalau memungkinkan dibikin karya yang nantinya bisa menjadi salah satu karya imbal balik kami untuk alam dan masyarakat. Dekat dekat ini Odydive mau ke Maratua – Kakaban – Sangalaki, pulau Weh, Menjangan, Togian dan banyak tempat lain lhoooo (lho kok malah promosiin kerjaan :D)

“Menyelamlah sebelum menyelam itu dilarang” dari om Arbain dan
#KeluarTumbuhLiar dari Nadine menjadi kalimat penutup untuk sesi diskusi scuba diving dan keindahan bawah laut. Terima kasih untuk para narasumber yang berkenan berbagi pengetahuan dan pengalamannya ya !!!!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *