Meski terbilang berumur paling muda diantara jajaran gunung di sisi selatan pulau Jawa, Merapi seakan tak pernah puas menorehkan kisahnya. Tak puas meluluh lantakkan desa Kinahrejo dan dusun Kaliadem hanya dalam hitungan menit di sore hari tanggal 26 Oktober 2010, merapi kembali mengobarkan kemarahannya. Konon letusan tanggal5 November dini hari itu menggelegar hingga terdengar jauh sampai jarak 30 km.

Sebuah letusan hebat yang telah memaksa 365.089 orang meninggalkan rumah tinggalnya untuk mengungsi ke 639 titik pengungsian. Tak hanya itu, dari sumber yang sama disebutkan bahwa kurang lebih 259 orang telah ditemukan meninggal dunia. Meski telah memunculkan angka yang cukup mencengangkan, hingga artikel ini ditulispun, Merapi masih terus menghembuskan sulfatara pekat ke langit dan rutin melemparkan rentetan gelombang awan panas yang menghancurkan apapun.

Melewatkan sore yang hangat tanggal 12 November sambil berdiri di bibir dam SABO GE-C (Plumbon 1) bersama beberapa penduduk desa Plumbon. Meski berada di 15,4 km dari puncak Merapi, pemandangan batang-batang pohon menghitam membara diselimuti hamparan pasir vulkanis setebal 2 meter mendominasi sejauh mata memandang. Bagai terbius, tanpa sadar kaki melangkah menjejakkan kaki di hamparan pasir padat mencoba merekam keangkeran alam dalam murkanya. Tetapi, rasa penasaran membuat tersadar. Abu hasil letusan tanggal 5 November yang masih terasa panas ketika disentuh telapak tangan, membuat bergidik dan memaksa segera meninggalkan dataran pasir yang dibeberapa tempat terlihat berpori.


Tak berapa lama setelah kembali berdiri di bibir dam, beberapa pertanyaan tiba-tiba berdesakan di dalam benak seakan ingin segera mendapatkan jawaban. Sejauh inikah luncuran awan panas erupsi kali ini? Sebanyak inikah material yang bisa berubah jadi lahar dingin? Bila ini hanya baru satu sungai, bagaimana dengan sungai lain? Sudah siapkah kota-kota yang rawan menjadi area aliran lahar dingin ini? Bila hingga saat ini masih terkonsentrasi di evakuasi area lereng gunung, bagaimana dengan penanganan terhadap ancaman bahaya sekunder Erupsi Merapi di kota-kota sekitarnya?

Teks and Photo by: Wawies Wisnu Wisdantio