1 – 2 Maret 2015 kemarin, bertiga, saya, Marsono dan Icuk menapaki jalur pendakian Gunung Merbabu via Selo. Sebenarnya bisa dibilang trip kali ini seperti trip-trip sebelumnya lebih ke trip haha hihi. Puncak gunung buat kami bukan target yang harus dicapai, tapi perjalanan yang berkesan dan sekedar mendekatkan diri pada alam. Saya sendiri dengan target tambahan untuk mengabadikan sang bima sakti yang menurut teori sudah bisa terlihat mulai dari sekitar jam 3 pagi hingga menjelang matahari terbit. Itupun dengan syarat cuaca cerah dan langit tidak tertutup awan.

Sekitar pukul 7 pagi, Marsono dan Icuk sudah merapat ke rumah, sedangkan saya masih baru bangun tidur dan belum packing karena kemarin malampun baru sampai rumah sekitar 22.30 malam, setelah perjalanan tugas ke Semarang. Setelah packing secukupnya sekitar pukul 8 kamipun mulai perjalanan ke Selo dengan diantar mobil kenalan Marsono. Carter taksi dari Solo bok.. antar jemput lagi hahaha 😀

Sesampai di Selo, kami berhenti di warung makan langganan di pasar Selo untuk sarapan sekaligus memesan nasi bungkus untuk bekal makan siang dan makan malam. Nasi sayur dengan lauk ati ampela untuk makan siang dan telor asin untuk makan malam. Setelah itu kami menuju ke rumah pak Narto untuk registrasi dan memulai perjalanan.

gapura pendakian via selo

Belum sampai melewati gapura selamat datang kami sudah disambut gerimis.. wah bakalan basah-basahan nih. Saya agak kawatir dengan kamera yang cuma saya masukan ke dalam tas kamera dan saya gantungkan di depan. Supaya lebih yakin sebelum masuk ke dalam tas, kamera saya masukan ke dalam kantong plastik terlebih dahulu. Setelah itu tas kamera saya bungkus dengan kantong plastik dan ditutup dengan raincoat tas. Seharusnya sih aman dari hujan, cuma memang nanti kalau mau memotret agak repot. Beruntung tak lama kemudian gerimis berhenti, dan hanya mendung yang menemani kami.

menyusuri setapak

Perjalanan hingga pos 1 masih banyak dilewati dengan jalur yang cukup landai dan sedikit menanjak melewati hutan pinus dan vegetasi hutan. Jalur yang cukup untuk memanaskan otot dan membuat tubuh beradaptasi dengan jalur menanjak di depan nanti. Kami beberapa kali berpapasan dengan para pendaki yang naik pada hari sabtu dan turun di hari minggu. Kami beruntung karena bisa terbayang pada saat weekend kemarin seperti apa penuhnya jalur pendakian ke gunung Merbabu ini.

berhujan ria

Selepas pos 1, kami kembali diguyur hujan sehingga kami memutuskan untuk beristirahat sebentar melihat kondisi cuaca sembari menikmati makanan ringan. Setelah dirasa cukup reda kami kembali meneruskan perjalanan. Tapi tak lama berselang, setelah melewati jalur yang cukup menanjak dan licin, gerimis berubah menjadi hujan yang cukup lebat. Jas hujan pun terpaksa kembali kami kenakan. Pergerakan ke atas agak cukup terhambat, karena selain jalur menjadi lebih licin juga banyak pendaki yang turun dari atas. Kami sering kali harus berhenti menunggu rombongan yang turun dari atas, bergantian melewati jalur, sembari terus menerus diguyur hujan.

Sesampai pos 2 kami memutuskan berhenti, membuka fly sheet dan mencoba menghangatkan tubuh. Hawa dingin karena tubuh yang basah dan tiupan angin membuat kami sempat menggigil kedinginan. Bahkan untuk membuka plastik kemasan kue saja kami agak kesulitan. Kopi susu hangat dan nasi lauk ati ampela akhirnya bisa kembali menaikan panas tubuh kami. Setelah lebih dari satu jam kami beristirahat di pos 2, kami memutuskan untuk kembali berjalan menuju pos 3 dengan pertimbangan di pos 2 ini pemandangan kurang begitu bagus, jadi sayang tidak bisa hunting foto nantinya.

Jalur pos 2 menuju pos 3 sebenarnya terbilang tidak terlalu panjang, walau agak menanjak. Tapi karena kondisi jalanan yang becak, licin, dan di beberapa tempat jalur jalan berubah menjadi aliran sungai, sehingga membuat perjalanan ke sana terasa lama. Belum lagi kami harus bersabar menunggu untuk bisa menemukan jalur yang cukup aman untuk menanjak ke atas, bergantian dengan rombongan pendaki yang turun. Beberapa pendaki terlihat kecapaen turun dari atas dan lebih berhati-hati supaya tidak terpelest di jalan yang becek. Marsono sendiri juga sempat terpeleset cukup jauh dan tanpa sengaja mengenai tongkat jalan saya sehingga bengkok.

Sesampai pos 3, kondisi tidak juga membaik. Hujan sudah cukup reda, hanya gerimis, tapi angin cukup kencang membuat kami memutuskan untuk mendirikan tenda di pos 3 saja. Di pos 3 ini sudah berdiri beberapa tenda, yang mungkin merupakan tenda dari para pendaki yang naik di hari sabtu kemarin dan masih terhalang cuaca kurang bagus untuk turun. Kami memutuskan mendirikan tenda di tempat yang agak datar dan kami perkirakan tidak menjadi aliran air kalau nanti hujan turun kembali. Tapi ternyata keputusan yang kami ambil kurang tepat, karena walau terlihat datar, tapi ketika tenda sudah berdiri dan kami bersiap untuk tidur, posisinya miring. Jadi ketika kami merebahkan tubuh akan bergeser ke sebelah kiri tenda hahahaha.. alternatif lainnya adalah tidur dengan posisi kaki dilipat, tapi pasti nanti bangun tidur kaki bakalan kaku dan tidak nyaman tidur kaki terlipat.

kerlip kota di waktu malam

mengabadikan pemandangan malam

Akhirnya setelah mencoba tidur dengan gaya melorot, sekitar pukul 1 malam, Marsono melongok ke luar tenda. “Bek.. langitnya gelap ndak ada bintang, tapi lampu kota terlihat jelas sekali” sahut Marsono dari luar tenda. Dan itu cukup untuk membuat saya menarik diri dari kehangatan sleeping bag dan bergegas menyeret keluar tripod dan peralatan lenong lainnya. Memang ternyata cuaca di luar cukup bersahabat. Angin sudah tidak sekencang sore tadi. Walau langit masih tertutup awan dan tidak terlihat terang bintang di sana. Di sebelah timur laut, terang lampu kota Solo dan sekitarnya seperti lampu hias diantara siluet pebukitan.

behind the scene

Tripod sudah tersusun begitu juga dengan kamera dslr yang sengaja untuk perjalanan kali ini saya bawa dua, canon 450D dan canon 6D. Kamera canon 450D terpasang dengan lensa canon 10-22 mm dan kamera canon 6 terpasang lensa canon 24-105 mm. Entah tiba-tiba terpikir untuk menggabungkan dua kamera tersebut dalam satu tripod. Karena pertimbangan saya berat kamera 450D + lensa 10-22 mm kurang lebih satu kilogram, sedangkan berat flash ekternal dengan baterai juga mungkin sekitaran 500gram, jadi saya pikir hot shoe kamera masih akan cukup kuat menanggung beban kamera tersebut. Jadilah setingan 2 kamera nempel di satu tripod sepanjang malam itu.

bima sakti di atas merapi

Sekitaran pukul 3 pagi, selarik kabut bima sakti mulai terlihat membentang di atas siluet gunung Merapi. Sayang langit masih kurang begitu cerah, karena banyaknya awan yang berarak menutupi langit di arah tenggara. Dari beberapa jepretan hanya sedikit yang tidak tertutup awan. Tapi saya masih cukup senang karena paling tidak masih bisa mengabadikan awal dari terbitnya sang milky way hingga pagi ketika hilang terkena bias sinar mentari.

tebaran bintang di atas merbabu

siluet merapi

Tak lama kemudian angin kencang kembali bertiup. Diiringi desir bunyi seperti kereta lewat, dan terpaan angin yang naik dari lembah ke gunung membuat tubuh kembali menggigil. Pilihan yang cukup sulit antara mengemas kamera dan kembali dalam kehangatan tenda. Atau tetap bergeming dalam dingin dan mengabadikan keindahan malam. Icuk, yang sedari tadi menemani memotret memilih untuk meninggalkan kamera di atas tripod dan masuk ke dalam tenda. “Nanti saya motret lagi kok” ucap Icuk dengan tidak yakin. Karena selepas itu terdengar alunan musik jazz bercampur keroncong dari dalam tenda.. Saya kemudian beringsut lebih mendekat ke arah tenda dengan harapan bisa lebih terlindung dari sapuan angin dingin sembari mencoba menambah kalori dengan mengemil kue kering dan kopi yang sudah dingin.

merapi menjelang pagi

setinggi merapi

menikmati indahnya pagi berlatar belakang merapi

mengabadikan pagi

Setelah itu terlihat semburat oranye di ufuk timur, saatnya sang mentari kembali berjaga. Sayang awan menutupi kaki langit sehingga kami hanya bisa puas mengabadikan pendaran oranye tanpa bisa melihat bulatnya sang surya. Pagi yang indah untuk dilewati setelah sehari sebelumnya kami harus berjuang dalam hujan untuk bisa sampai ke sini.

pagi yang hangat

Sekitar pukul 7 pagi, setelah rekan-rekan yang lain beranjak, saya memilih masuk ke dalam tenda dan meneruskan mimpi indah yang sempat tertunda.

trio kwek kwek

Perjalanan turun ke basecamp kami beruntung diberi langit yang cerah, dan sedikit mendung. Karena begitu sampai di basecamp, tak lama kemudian hujan kembali turun membasahi bumi. Coba kalau terlambat beberapa waktu mungkin kami berangkat basah dan pulang kembali basah.

perjalanan pulang

berhati-hati menuruni jalan

nampang dulu donk :p

turun kembali

pengaman di jalur pendakian

Kantuk masih terasa ketika kembali mobil jemputan mengantar kami kembali ke Solo. Terima kasih Merbabu untuk indahmu.. suatu saat kami akan kembali untuk bercengkerama dengan mu.

bawa kembali sampah mu

O iya jangan menambah sampah kita dengan meninggalkannya di gunung. Bawa turun kembali sampah kita ke bawah.. biarkan alam tetap lestari tanpa harus kita kotori

Comments

Comments are closed.