gunung Gajah Mungkur

Langkah kaki mulai merayapi jalan yang berupa batuan karang, titik tertinggi sudah nampak di depan mata. Bintang berkelip di atas kami, menyemangati untuk segera sampai ke puncak. Dan ketika kaki menginjakan di puncak, gunung lawu dengan barisan lampu perkotaannya terlihat seperti pohon natal besar di depan kami. Rasi bintang orion juga nampak jelas dengan ketiga bintang sabuknya di atas kami. Malam ini kami terpesona dengan keindahan malam berbintang di gunung Gajah Mungkur Sukoharjo.

Rencana bermalam di gunung Gajah Mungkur sebenarnya baru siang tadi, ketika Dwi “Kebo” Suryanto, dedengkot fuji guys solo menawarkan untuk hunting di gunung Gajah Mungkur. Idenya langsung saya iyakan dan melihat cuaca siang ini cukup cerah kenapa ndak sore ini saja ke sana, hunting sunset. Berkabar dengan Marsono dan Icuk yang awalnya Marsono agak keberatan karena besok paginya harus kerja bakti. Jadi setelah negosiasi diputuskan berangkat jam 3 sore dan jam 9 atau 10 pulang. Yang penting ngumpul dan hunting malam bareng sambil ngopi hangat di atas pegunungan.

Walau sempat molor karena jalanan sepanjang solo – sukoharjo yang cukup macet karena arus libur natal dari jadwal awal. Belum lagi ada kerjaan dadakan sehingga Dwi “kebo” nanti menyusul, padahal yang paling tahu jalan dia. Marsono saya dan Icuk berangkat duluan. Sekitar pukul lima sore kami masih menunggu Icuk yang belum keliatan juga. “Macet boss, keluar dari kubus sudah ndak bisa gerak” imbuhnya ketika akhirnya bertemu kami di depan pasar Sukoharjo.

Dengan super pede kami bertiga kembali melanjutkan perjalanan. Melewati jalan di depan Sritex, pertigaan Tawangsari. “Pokoknya bablas terus” ucap Marsono, dan tak berapa lama kemudian kami berhenti di pertigaan. Marsono dan Icuk yang sudah pernah ke sana dua-duanya lupa jalan yang mana yang menuju ke kaki gunung Gajah Mungkur, hahaha.. Menyempatkan bertanya sembari mengisi bahan bakar motor buat jaga-jaga karena perjalanan yang tak tentu. “Kalau gunung Gajah Mungkur nya ke arah sana mas, tapi itu jalan buntu nanti” ucap ibuk penjual bensin. Marsono yang bertanya kepada beberapa orang di pertigaan akhirya membawa berita “lurus saja terus, kalau lewat sana nanti jalan kaki ke atas bukitnya bisa berjam-jam” imbuhnya.

Kembali menyusuri jalan mulus berkelok kelok, hingga Icuk yang di depan sampai kelewatan jalan belok masuk ke kaki gunung Gajah Mungkur nya, hahaha..

“jalan kampung nya masih jauh dari jalan raya bek” tambah Marsono yang sepertinya juga jadi ragu-ragu benar ndak jalannya. Langit di ufuk barat terlihat berwarna kuning kemerahan, menandakan sebentar lagi mentari terbenam. Kamipun tambah bersemangat ketika sekilas terlihat gunung merapi dan merbabu tersapu warna kuning di seberang sana. Supaya cepat sampai dan bisa menjepretkan kamera beberapa frame sebelum mentari terbenam. “sik bek, kok jalannya tambah turun terus ya.. dulu itu kayaknya naik terus deh” Marsono meragu. Daripada makin salah kami sempatkan bertanya kepada beberapa orang.

Bapak-bapak yang sedang mendorong sepeda jadi tempat kami bertanya pertama. Berbalik arah, ketemu ibu dengan anaknya yang menjadi korban bertanya arah berikutnya. Setelah itu kami kembali lagi berhenti di pertigaan, Icuk bertanya pada keluarga di rumah bawah, Marsono bertanya pada keluarga di rumah atas. “pokoknya yang gunung ada guanya itu lho pak, gunung Gajah Mungkur” Marsono bertanya sambil ragu-ragu karena lupa nama desa terakhir tempat motor dititip. “ya itu di sebelah sana mas, agak jauh” balas bapaknya. “nanti ada pos ronda, belok kanan saja” tambahnya.

Kembali kami menyusuri jalan awal yang cukup jauh dan kembali bertanya kepada beberapa pemuda yang sedang mengobrol di depan rumah mereka. “benar mas, nanti pas pos kamling belok saja, terus lurus ikuti jalan”.

gunung Gajah Mungkur
senja di tengah jalan
gunung Gajah Mungkur
mengabadikan senja

Mentari sudah hilang masuk ke peraduan ketika kami kembali menyusuri jalan perkampungan. Dan beruntung walau meleset dari jadwal kami tiba di rumah terahkir yang beberapa kali menjadi tempat parkir motor sebelum naik ke gunung Gajah Mungkur. “kok malam malam baru datang mas” sambut ibu pemilik rumah. “Tersesat salah jalan buk, sekalian nitip motor ya buk, ndak menginap kok nanti paling agak malaman kami balik” ucap Marsono. “mampir dulu minum minum mas” sapa tetangga depan rumah. “matur suwun buk, kami langsung saja biar ndak terlalu malam” sembari mengucap salam kami mulai berjalan.

Marsono di depan, Icuk di tengah dan saya bagian belakang. Langkah kaki Marsono yang seperti biasanya cepat diikuti Icuk yang sepertinya hari ini bersemangat.. jalanan tidak terlalu menanjak curam, tapi lumayan buat otot kaki kencang juga. Ndak sampai lima menit kemudian sudah ada bendera putih dari Icuk. “leren sik ntong !!” hahahahaha

Jalan berupa jalan setapak di beberapa bagian cukup curam dan sepertinya licin kalau habis kena air hujan. Beruntung seharian ini tadi cerah sehingga tanah cukup kering dan masih enak buat melangkah. Tapi buat berjaga-jaga saya membawa tongkat oleh-oleh dari Nepal siapa tahu perjalanan turun nanti cukup merepotkan.

gunung Gajah Mungkur
menatap langit yang masih membara

Menjumpai hamparan yang cukup luas dan langit masih berwarna merah menandakan senja tadi merona. Kami berhenti sebentar untuk memotret beberapa frame sembari mengatur nafas, dan kembali melanjutkan perjalanan. Perjalanan didominasi jalan naik dengan tumbuhan perdu kas hutan bukit dataran rendah, beberapa kali kaki kami terbelit akar kalau kurang berhati-hati.

gunung Gajah Mungkur
demi api unggun di atas gunung

Marsono sudah menunggu kami di dataran berikutnya. “ada batang kayu kita bawa saja ya buat bikin api unggun di atas ya” kata Marsono ketika kami beristirahat sebentar. Dan tak lama kemudian kami kembali berjalan dengan posisi Marsono di tengah sembari membopong batang kayu. Menyusuri jalan setapak dan tiba di dataran sebelum puncak. “dulu disini sama kebo bikin bivak waktu kehujanan” ucap Marsono sembari mencari beberapa patahan ranting dan sisa sisa kayu kering untuk api unggun di atas nanti.

gunung Gajah Mungkur
orion menunggu kami di atas puncak – handheld

Dari sini perjalanan menanjak melewati bebatuan di bawah kerlip bintang. Angin cukup kencang menyambut kedatangan kami tiba di atas gunung gajah mungkur. Ternyata gunung Gajah Mungkur ini tidak terlalu tinggi. Sekitar 30 menit jalan santai kami sudah berada di atas gunung Gajah Mungkur menikmati pemandangan lampu-lampu di bawah sana.

gunung Gajah Mungkur
menikmati keindahan malam

Kerlip tiga bintang sabuk orion terlihat jelas di depan kami. Bayang gunung Lawu di bawahnya dihiasi kerlip lampu perkotaan yang mirip dengan lampu hias di pohoh natal.

gunung Gajah Mungkur
pohon natal malam itu

Di seberangnya, bayang gunung Merapi Merbabu juga terlihat dengan taburan bintang di atas kami.

gunung Gajah Mungkur
bulan merapi merbabu

Puding instang rasa mangga yang sempat kami beli di mini market di perjalanan tadi menjadi menu pembuka begadang ceria malam ini.

gunung Gajah Mungkur
sibuk menyiapkan minuman hangat

Saatnya memasang tripod dan mulai merekam keindahan malam dari atas gunung Gajah Mungkur. Sementara kami sibuk mencari komposisi, Marsono mulai menyalakan api unggun dan menyiapkan minuman hangat. “Kopi susu ya” tanya Marsono, padahal ya adanya cuma itu hiahahahaha…

gunung Gajah Mungkur
mencari posisi

Icuk beberapa kali berpindah posisi mencari komposisi terbaiknya. Saya memilih mencoba membuat timelapse sisi utara dengan gunung lawu di frame kanan. Jadi bisa ditinggal minum dan membakar roti pisang di atas api unggun.

gunung Gajah Mungkur
menikmati waktu bersama sahabat

Tak lama kemudian ada rombongan beberapa orang penduduk sekitar yang juga ingin menikmati malam di atas gunung Gajah Mungkur. Mereka menyalakan api unggun dan ngobrol sembari bercanda sesama mereka. Dwi dan temannya tak lama berselang tiba di puncak gunung Gajah Mungkur dan langsung mencari posisi untuk memasang tripod mengabadikan malam yang tetap cerah dipenuhi bintang.

gunung Gajah Mungkur
lawu – orion – large magellanic cloud

Walau memang karena lokasi yang tidak terlalu tinggi dan masih cukup banyak polusi cahaya sehingga bintang yang terlihat tidak secerah di ketika kami begadang di kaki gunung Merbabu. Tapi dua kabut galaksi, large magellanic cloud dan small magellanic cloud terlihat terekam sensor kamera.

gunung Gajah Mungkur
large magellanic cloud dan small magellanic cloud

bulan terbenam, walau bukan bulan purnama menjadi obat pengganti hilangnya kesempatan menikmati matahari terbenam karena tersesat sore tadi.

gunung Gajah Mungkur
bulan terbenam

Selepas itu kami banyak bercanda dan berbagi cerita apa saja. Rasanya cukup lama karena kesibukan saya akhir-akhir ini menggeluti diving di jakarta sehingga membuat waktu kami begandang ceria di alam menjadi berkurang.

gunung Gajah Mungkur
bersiap untuk pulang

Sekitar pukul sebelas malam, akhirnya kami berkemas dan kembali turun ke kampung. Berjalan beriringan dengan mata mulai mengantuk. Yang penting pelan dan selamat bisa kembali tiba di rumah dan berkumpul dengan keluarga masing-masing. Perjumpaan dengan orion di gunung Gajah Mungkur nampaknya menjadi penutup perjalanan untuk tahun 2017 ini. Dan semoga di tahun mendatang akan lebih banyak waktu untuk kembali berkumpul di alam. Berbagi cerita, berbagi ilmu dan menjaga jalinan persaudaraan tetap berjalan baik.

gunung Gajah Mungkur
foto keluarga sebelum pulang

Selamat berlibur akhir tahun, dan semoga bersiap menyambut tahun 2018 dengan semangat baru untuk mengejar mimpi-mimpi besar yang menunggu di depan mata.

Comments

  1. Indah bosskuuu…. 2018 nanti Semoga kita bisa menikmati indahnya alam Nusantara bersama sama, kawan. Salam satu cinta satu angkasa sobat.

Tinggalkan Balasan ke Ifam Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *