susur pantai

Sebelum berangkat sempat ngobrol dengan Marsono mengenai rencana susur pantai. “santai wae bek, roto”. Rencana perjalanan 3 hari 2 malam susur pantai Wonogiri hingga Gunung Kidul pun akhirnya lebih banyak membahas kapan berangkat, siapa yang nanti mengantar dan menjemput, dimana lokasi start dan penjemputan. Tidak terlalu banyak mengecek mengenai pantai apa saja yang akan kami datangi nanti, bagaimana medan yang akan dilalui. Pokokmen berangkat dulu.. cusssss

Hari Pertama

susur-pantai-hari-perama

Kami memulai perjalanan dari Pantai Sembukan, Wonogiri. Semangat masih menggebu, tapi kaki harus dipanasi dulu. Tanjakan awal berupa beton di sisi kiri pantai Sembukan kami anggap sebagai pemanasan. Padahal siang itu mentari terasa terik memanggang kulit kami.

tanjakan pertama pantai Sembukan
tanjakan pertama pantai Sembukan

Begitu melewati tanjakan pertama kami sudah disuguhi pemandangan pantai Klotok. Lokasi pantai-pantai di daerah selatan Jawa ini memang sebagian besar hanya bersebelahan, dipisahkan bukit atau kebun. Perkiraan awal kami juga nanti yang akan lewati selama tiga hari ini juga akan seperti ini. Dari satu pantai, melewati bukit, tiba di pantai lain, yang mungkin masih belum bernama.

pantai klotok, hanya satu bukit dari sembukan
pantai klotok, hanya satu bukit dari sembukan

Selepas melewati pantai Klotok, kami mengikuti jalan setapak, yang semakin lama semakin mengecil dan hampir menerobos ilalang. Beruntung kami bertemu salah satu penduduk yang sedang mencari pakan ternak. “mriki dalan buntu mas.” lha blaik… Padahal lumayan dari pantai Klotok tadi menanjak hingga tiba di lokasi ini. Kalau mau ke pantai berikutnya ternyata kami harus memutar ke dalam dulu, tidak bisa langsung terabas dari satu pantai ke pantai berikutnya seperti sebelumnya.


Panorama 360

Loading...

Foto merupakan panorama 360, silakan diputar ke kiri kanan atas bawah untuk melihat sekeliling.


Dari kejauhan kami diberi panduan beberapa nama pantai yang terlihat, Pantai Ndhadhapan, Minyer (bener ndak ya?), Njujugak Kilen dan pantai Krokoh. Bahkan kami mendapat informasi kalau pantai Krokoh bagus untuk bermalam.

mengikuti setapak menuju pantai berikutnya
mengikuti setapak menuju lokasi berikutnya

Kalau terlihat langsung sih sepertinya tidak terlalu jauh. Tapi kenyataan yang harus kami lewati berpangkat tiga. Beberapa kali kami harus berhenti begitu menjumpai percabangan. Memilih mana yang kira-kira jalan yang benar menuju ke pantai Krokoh.

banyak percabangan, membingungkan
banyak percabangan, membingungkan

Beruntung kami bertemu dengan pak Sadimin, yang tidak saja menunjukan jalan menuju pantai Krokoh, tapi bahkan mengantar kami supaya tidak salah memilih jalan. Matur suwun pak Sadimin.

menuju pantai Ndhadhapan
menuju pantai Ndhadhapan

Pantai Ndhadhapan kami lewati. Hari masih terlalu terang, dan perjalanan kami masih jauh. Kami hanya turun melewati pasir pantai Ndhadhapan dan kemudian kembali naik melanjutkan perjalanan. Dari sini kami lebih banyak melewati jalan setapak berupa batu karang. Melewati satu kebun ke kebun berikutnya.

naik naik ke bukit sebelah
naik naik ke bukit sebelah

Akhir tahun memang identik dengan hujan di sore hari. Saya mengeluarkan payung yang sengaja saya bawa untuk pelindung dari hujan dan terik matahari. Sedangkan teman-teman yang lain berjalan tanpa memakai jas hujan, hanya menutupi tas ransel dengan cover bag.

melewati perkebunan di sela bukit karang
melewati perkebunan di sela bukit karang

Dari atas bukit, Pantai Krokop sudah terlihat di depan mata, tapi ternyata tidak ada jalan langsung yang menuju ke sana, harus berbelok arah lagi menaiki bukit dan kemudian melewati ladang penduduk. Beruntung setelah itu jalan terlihat mengarah ke pantai, tidak menjauh lagi.

Begitu tiba di pantai Krokop, kami segera mencari lokasi untuk mendirikan tenda. Marsono mengecek sisa sisa sampah yang dibawa arus malam sebelumnya. Kami mengambil lokasi yang agak menjorok ke dalam, agak jauh dari bekas pasang sebelumnya. Lebih baik berjaga-jaga daripada kami terbangun dengan kondisi tersapu air pasang.

Setelah tenda berdiri, aktivitas berikutnya membuat api unggun. Sisa sampah kayu yang terbawa arus menjadi salah satu sumber untuk perapian. Tapi karena hujan jadi agak sulit untuk terbakar. Di ujung barat, berdiri beberapa tenda punya beberapa mahasiswa dari Jogja. Mereka sudah bermalam satu hari sebelum kami datang. Salah seorang dari mereka mendatangi kami begitu melihat api unggun di depan tenda kami sudah mulai besar. “Mas kok bisa nyalain api gimana caranya? kami dari semalam mencoba gagal terus karena kayunya basah”. Marsono sambil bersiul-siul mengeluarkan salah satu peralatan wajib yang selalu dibawa ketika berkemah. Kotak putih berbau tajam itu kemudian ditaruh di salah satu kayu yang basah, korek api dinyalakan, dan tak lama kemudian kayu basah tadi sudah mulai ikut terbakar.. “oalah pakai parafin tho, kami juga bawa, tapi tidak terpikir buat bikin api unggun”..

nyalakan api mu teman
nyalakan api mu teman

Nyala api semakin merambat ketika langit biru kemerahan semakin memudar dan bergantikan gelapnya malam. Deru ombak yang memecah batu karang di sebelah barat pantai terdengar seakan menunjukan kekuatannya. Gerimis masih sesekali datang, membuat langit berselimut mendung. Gagal sudah rencana untuk mendapatkan langit berbintang di tepi pantai.

Karena ini bulan Desember, jadi memang dari awal sudah tahu tidak akan terlihat bagian inti milky way. Tapi paling tidak kami mengharapkan suasana di tepi pantai sembari menikmati kopi hangat dan tebaran bintang rasanya bakalan menjadikan malam di alam lebih menarik untuk dijadikan cerita. Tapi ya namanya alam punya cuaca sendiri, dan manusia yang hanya sebagai pelengkap hanya bisa menikmati apa yang ada saat ini.

selamat makan
selamat makan

Hidangan makan malam sudah tersedia, tenaga yang terkuras seharian berjalan membuat perut keroncongan dan tentunya membuat makam malam terasa lebih nikmat. Ludes tidak tersisa.

Saatnya tidur, semoga malam ini bermimpi indah.

Hari Kedua

susur-pantai-hari-kedua-siang

Terbangun sebelum mentari terbit ketika bermalam di alam sepertinya sudah menjadi keharusan. Gradasi langit kebiruan sebelum mentari muncul merupakan salah satu momen yang dinanti oleh para fotografer landscape.

ekor milky way di sisi selatan
ekor milky way di sisi selatan

Saya sendiri bahkan sebelum jam 4 sudah bangun dan memasang kamera menghadap ke selatan ketika terbangun dan menengok di luar ternyata langit cerah. Selarik kabut putih memanjang, ekor milky way, di antara siluet karang pantai Krokrop tertangkap dalam frame kamera. Menjadi salah satu pendukung cerita perjalanan susur pantai kami kali ini.

menikmati startrail
menikmati startrail
blue hour pantai Krokop
blue hour pantai Krokop
pagi pun tiba
pagi pun tiba

Tak lama kemudian awan berarak menutupi langit, tersorot cahaya kemerahan mentari pagi yang sebentar lagi muncul. Sayang lokasi kami yang menghadap selatan dan berada di cekungan tidak cocok untuk lokasi memotret matahari terbit.

mentari sudah terlalu tinggi
mentari sudah terlalu tinggi

Bulatan keemasan muncul dari balik siluet batu karang sudah dalam kondisi terlalu terang untuk dipotret.

Kamipun mulai berkemas, perjalanan hari kedua ini rencana awal kami menuju kampung untuk mencari sarapan dan sekalian mencari informasi jalur menyusuri pantai selatan. Dari pantai Krokop kami mulai menaiki jalan batu karang menuju ke kampung. Tanjakan yang terasa tiada habisnya. Belum juga jam 9 tapi matahari sudah terasa terik membakar kulit. Mana tidak terlalu banyak pepohonan yang menutupi jalan, sehingga kami serasa berjalan di tungku.. panas bok.

Salah satu yang membedakan dengan tanjakan di gunung, ya karena gunung di ketinggian sehingga udara lebih dingin dan tidak terlalu cepat capek, karena tidak terlalu banyak mengeluarkan keringat. Tapi melewati tanjakan dari pantai Krokop ini, biuhh, keringat menetes tanpa henti. Tenggorokan terasa kering, harus banyak minum air supaya tidak dehidrasi.

Beruntung begitu mendekati perkampungan, jalan mulai mendatar. Beberapa pohon rimbun juga menjadi payung selama perjalanan. Tujuan kami mencari warung makan, buat mengisi tenaga di perjalanan nantinya. Tapi sayang begitu tiba di kampung, tidak ada warung makan. Yang ada hanya warung kelontong yang berjualan keperluan sehari-hari. Beruntung ada es batu, yang rasanya nikmat sekali diminum setelah dipanggang mentari.

Informasi yang kami dapatkan, dari pantai Krokop jalur melewati pantai cukup sulit. Selain itu tipe pantai berupa pantai bertebing, bukan berpasir. Jadi kami disarankan untuk melewati jalan kampung saja yang nantinya akan tiba di pantai Sadeng. Dari sana nanti bisa mencari informasi lebih lanjut untuk mengarah ke barat.

jalan menuju pantai Sadeng
jalan menuju pantai Sadeng

Jalan yang kami lewati berupa jalan kampung melewati perkebunan di sisi kiri kanan. Karena berupa jalan kampung, jadi beberapa kali kami berpapasan dengan sepeda motor penduduk yang mungkin heran dengan kami yang berjalan kaki sambil membawa tas. Mungkin diliat kayak orang kurang kerjaan hahaha..

itu ada bus...
itu ada bus…

Dari atas tanjakan terakhir sebelum turun ke Pantai Sadeng sudah terlihat warna warni obyek di bawah sana. “lik wes cedak ki, bus e wes ketok” ucap Marsono menyemangati kami. Jiahahhaha.. mana ada bus parkir di atas dermaga mar.. ternyata yang dilihat bus oleh Marsono adalah kapal yang sedang sandar hahahaha..

rehat sembari menentukan langkah berikutnya
rehat sembari menentukan langkah berikutnya

Di Pantai Sadeng kami merehatkan diri sebentar, sembari mencari informasi. Langit yang semula cerah sudah mulai tertutup mendung. Akhirnya kami putuskan makan siang sembari menunggu hujan deras yang turus dengan tiba-tiba. Pada saat berlari untuk mencari tempat berteduh, kamera sony A6000 Deni malah sempat terjatuh, untung tidak sampai rusak.

hujan deras siang hari
hujan deras siang hari

Sembari makan kami mendiskusikan langkah selanjutnya. Kalau mengikuti rencana semula yang hendak berjalan kaki sampai pantai Pok Tunggal, sepertinya waktunya kurang mencukupi. Jalur dari Pantai Sadeng menuju ke barat juga hampir mirip dengan sebelumnya, pantai bertebing. Jadi kami putuskan bersama untuk menggunakan mobil sewaan yang mengantar kami hingga ke pantai Wediombo, dari sana besok kami bisa melanjutkan perjalanan menyusuri pantai ke arah barat.

Karena cukup waktu, kami menunggu hujan reda sembari beristirahat di warung. Jalan kaki, kepanasan ternyata cocok ditemukan dengan nasi dan ikan bakar.. bikin ngantuk hiahiahia..

susur-pantai-hari-kedua-sore

Sampai sore ternyata cuaca masih belum membaik. Kami mendirikan tenda di pantai Wediombo dalam gerimis. Dan setelah makam malam kami semua sudah terlelap dalam mimpi masing-masing.

berkemah di wediombo
berkemah di wediombo

Hari Ketiga

susur-pantai-hari-ketiga-pagi

Bangun pagi, cuaca mendung masih melingkupi langit. Tidak ada tanda tanga matahari muncul, tiba tiba saja sudah terang. Hari ini rencana kami menuju ke Pok Tunggal, tapi melihat jarak yang cukup jauh, target kami siang ini mencari lokasi yang ada sinyal untuk mengontak Bayu. Meeting point kami memang bertemu di Pantai Pok Tunggal. Tapi kalau bisa ada sinyal mungkin komunikasi dan mengganti meeting poing di pantai Siung yang lebih dekat dari Wediombo.

Dari salah seorang pemancing kami mendapati info bisa berjalan menyusuri pinggiran pantai Wediombo hingga tiba ke pantai Watu Lumbung. Tapi dengan catatan air sedang surut. Tapi kalau air mulai pasang alternatifnya naik ke bukit dan menyusuri jalan setapak hingga ke pantai Watu Lumbung.

Nah di pantai Wediombo ini baru berasa yang namanya susur pantai yang kami bayangkan sebelum berangkat. Kami berjalan tanpa alas kaki melewati pasir putih dengan ombak di sebelah kiri kami. Debur ombak, terpaan angin laut dan jalan datar. Tapi ternyata berjalan di atas pasir pantai punya kendala tersendiri. Kaki kami sering terbenam cukup dalam, sehingga membuat usaha untuk melangkahkan kaki menjadi lebih ekstra.

Dicoba diakali dengan melangkahkan kaki mengikuti jejak kaki sebelumnya, tapi kaki marsono panjang jadi malah kedodoran. “Langkahnya dekat dekat” usul Adit. Tapi ternyata cuma berlaku di beberapa langkah awal, tapi setelah itu juga kembali kaki terbenam. Ya sudah dinikmati saja, namaya seni menikmati apa yang ada saat ini.

Begitu sampai di ujung, di tempat yang kata pemancing tadi bisa untuk menyeberang ke pantai sebelah, ternyata air sudah cukup tinggi. Karena kami belum tahu medannya, dan juga peralatan elektronik yang berada di dalam tas cukup riskan kalau terkena air laut. Kami putuskan untuk mencari jalan melambung melewati bukit di depan kami.

Beruntung Marsono selalu membawa tali webbing di dalam tas ranselnya, jadi begitu harus melewati tanjakan yang cukup berbahaya bisa digunakan untuk pengaman jalan ke atas. Kembali lagi kami bergerak merambat mencari jalan setapak untuk keluar dari bukit.

view dari lampu suar wediombo
view dari lampu suar wediombo

Kami akhirnya tiba di atas lampu suar Wediombo. Di depan kami terlihat pantai Watu Lumbung, tapi informasi yang kami dapat, untuk menuju ke sana kami harus melewati palung yang tidak tahu seberapa dalam ketika air pasang. Atau pilihan lainnya, mengikuti jalan ke atas menuju ke kampung atau jalan besar untuk mencari sinyal. Marsono memilih ke Watu Lumbung dengan pertimbangan jalan turun lebih cepat, dan kemungkinan ada yang bisa diminta informasi di sana untuk menuju ke pantai Siung. Tapi akhirnya diputuskan untuk naik ke atas dengan pertimbangan lebih aman, dan kemungkinan bisa mendapatkan sinyal atau transportasi untuk menuju Pok Tunggal.

Ternyata pilihan mengambil jalur ke atas juga cukup berat. Tanjakan demi tanjakan di atas jalan berbatu karang, matahari yang sepertinya sengaja menghukum kami dengan terik sinarnya, dan jalan yang tidak ada ujungnya. Kami menjumpai banyak percabangan yang tanpa penunjuk dan tanpa ada orang yang bisa kami tanyai. Jadi hanya dengan insting mengambil jalan yang menuju ke atas dan ke barat.

air sungai sebelum dan sesudah penyaringan
air sungai sebelum dan sesudah penyaringan

Pasokan air minum sudah mulai menipis, segelas es teh dingin menjadi lamunan sepanjang perjalanan. Kami menjumpai perlintasan yang melewati sungai. Beruntung saya membawa filter air Sawyer yang sengaja dulu saya beli untuk perjalanan ke Nepal. Jadi sekalian dicoba untuk menyaring air sungai berwarna kecoklatan menjadi air bening yang bisa kami minum. Semoga memang bisa untuk menyaring bakteri seperti yang diiklankannya. Tapi paling tidak kami tidak bakalan dehidrasi sampai nanti menemukan sumber air berikutnya.

Selepas itu kami bertemu dengan jalan kampung, yang rasa-rasanya menuju ke jalan besar. Icuk berjalan paling semangat di depan. Motivasinya supaya lebih cepat ketemu es teh. Tapi ternyata setelah berjalan cukup jauh warung yang kami jumpai tutup hahahaha..

Jalan raya sudah mulai terlihat, kami berhenti di salah satu warung makan di pinggir jalan. Mengisi perut sekalian mencari informasi tumpangan yang bisa membawa kami menuju ke Pok Tunggal. Karena ada sinyal tapi bayu nya yang tidak bisa dihubungi, sepertinya sudah dalam perjalanan. Dan setelah bergelas es teh dan nasi dengan ayam goreng kamipun menuju Pok Tunggal dengan menggunakan mobil sewaan.

susur-pantai-hari-ketiga-siang

senja penutup hari
senja penutup hari

Berahkir sudah perjalanan susur pantai yang tanpa persiapan matang ini. Ada banyak yang sudah kami lewati, kulit gosong dan pengalaman yang bisa kami jadikan evaluasi supaya perjalan berikutnya bisa lebih lancar. Tapi saat itu yang ada dalam pikiran kami, besok lagi ayuk susur pantai lagi.. tapi pakai motor saja ya hahahahaha

Tips Untuk Melakukan Perjalanan Susur Pantai

– Riset itu penting.. ini yang kami sebelumnya kurang lakukan. Cari tahu tentang rute perjalanan supaya di lapangan bisa menyesuaikan dengan rencana yang sudah disusun.
– Atur tempat dan waktu penjemputan dengan tim penjeputan sebelum perjalanan, jadi kalaupun sepanjang perjalanan tidak bisa berkomunikasi tidak kebingungan.
– Hampir sebagian besar tempat yang kami lewati (saat itu, 2015) sinyal kurang bagus. Boro-boro buat internetan sinyal buat telpon juga sering tidak ada. Tapi saat ini kemungkinan sudah semakin banyak tower jadi malah siapa tahu sudah bisa streaming 4G hihihi.
– Bawa peralatan seperlunya saja. Tidak terlalu berlebihan juga tidak sampai kekurangan
– Air minum perlu diperhatikan jangan sampai kekurangan, karena biasanya sepanjang jalur cukup terbuka dan terik matahari sehingga perlu minum air yang cukup.
– Yang paling penting jaga keselamatan, karena inti dari setiap perjalanan adalah kembali ke rumah dengan selamat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *